Pages - Menu

Sunday, 27 February 2011

Fonemik: Fonem, dasar, Prosedur Analisis (rangkuman)


a.        Definisi Fonem dan Jenisnya
Fonem adalah kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Satu-satunya cara yang bisa ditempuh untuk membedakan kesatuan bunyi terkecil mana yang berfungsi membedakan makna adalah dengan melakukan pembuktian secara empiria, yaitu dengan membandingkan bentuk-bentuk linguistic bahasa yang diteliti.
Pengertian fonem juga bisa diarahkan pada distribusinya yaitu perilaku bentuk linguistic terkecil dalam bentuk linguistic yang lebih besar.
Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis dan masing-masingnya berdistribusi komplementer merupakan alofon dari fonem yang sama.\
Sebagai bentuk linguistic  terkecil yang membedakan makna, wujud fonem tidak hanya berupa bunyi-bunyi segmental 9baik vocal maupun konsonan), tetapi bisa juga berupa unsure-unsur suprasegmental (baik nada, tekanan, durasi, maupun jeda). Walaupun kehadiran unsure-unsur suprasegmetal ini tidak bisa dipisahkan dengan bunyi-bunyi segmental, selama ia bisa dibuktikan secara empiris sebagai unsure yang bisa membedakan makna, ia juga dapat disebut fonem.
b.        Dasar-dasar Analisis Fonem
Dasar-dasar analisis fonem adalah pokok-pokok pikiran yang dipakai sebagai pegangan untuk menganalisis fonem-fonem suatu bahasa. Pokok-pokok pikiran ini bisa juga disebut dengan premis-premis. Pokok-pokok pikiran atau premis-premis yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1.      Bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung dipengaruhi oleh lingkungannya
2.      Sistem bunyi suatu bahasa berkecenderungan bersifat simetris
3.      Bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung berfluktuasi
4.      Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan tidak berkontras apabila berdistribusi komplementer dan/atau bervariasi bebas
5.      Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan ke dalam fonem yang berbeda apabila berontras dalam lingkungan yang sama atau mirip
c.         Prosedur Analisis Fonem
Berikut ini adalah prosedur yang banyak dilakukan para linguis dalam analisis fonem terhadap bahasa yang diteliti.
1.      Mencatat korpus data setepat mungkin dalam transkripsi fonetis
2.      Mencatat bunyi yang ada dalam korpus data ke dalam peta bunyi
3.      Memasangkan bunyi-bunyi yang dicurigai karena mempunyai kesamaan fonetis
4.      Mencatat bunyi-bunyi selebihnya karena tidak mempunyai kesamaan fonetis
5.      Mencatat bunyi-bunyi yang berdistribusi komplemeter
6.      Mencatat bunyi-bunyi yang bervariasi bebas
7.      Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang sama (identis)
8.      Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang mirip (analogis)
9.      Mencatat bunyi-bunyi yang berubah karena lingkungan
10.  Mencatat bunyi-bunyi dalam inventori fonetis dan fonemis, condong menyebar secara simetris
11.  Mencatat bunyi-bunyi yang berfluktuasi
12.  Mencatat bunyi-bunyi yang selebihnya sebagai fonem tersendiri

Sumber: Muslich, Mansur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Askara

Wednesday, 23 February 2011

Contoh kalimat Bahasa untuk Menggambarkan Penginderaan

Berikut ini akan dipaparkan beberapa contoh kalimat yang dapat menggambarkan bahwa bahasa dapat menggambarkan penginderaan.

1.      Indera Penglihatan / Penglihat = Mata
Contoh kalimat :
Susasana di desa begitu asri. Hijau lepas memandang, penuh daun dan pohon rindang. Burung biru melintas, ku tak tahu namanya tapi cantik. Di sini, warna-warni bunga dan kupu-kupu  bukan hanya sekedar cerita dari buku saja.

2.      Indera Penciuman / Pencium = Hidung
Contoh kalimat :
Wangi rumput dan bunga bercampur jadi tak tentu baunya, tapi nyaman. Ini berbeda dengan wangi kapur barus atau pewangi ruangan di kota, yang hanya memiliki satu bau. Tak begitu harum memang, tapi menyegarkan.

3.      Indera Pengecap = Lidah
Contoh kalimat :
Tomat yang matang di ladang jatuh dari pohonnya. Begitu manis, tak sedikitpun masam terasa di seratnya. Berbeda dengan yang mentah, rasanya pahit dan getir di permukaan lidah.

4.      Indera Pendengaran / Pendengar = Telinga / Kuping
Contoh kalimat :
Air sungai mengalir di sana. Gemercik suaranya menabah asri suasana. burung kecil bernyanyi diiringi bunyi seruling petani. Aku tak hafal lagunya, tapi merdu.


1.      Indera Peraba = Kulit
Contoh kalimat :
aku terbaring di atas rumput. lembut rasanya, seperti terbaring di atas bulu-bulu halus kemoceng. Angin berhembus meraba mukaku. Sejuk dan lembut ku rasa

Bahasa sebagai Alat Penginderaan manusia

Indera dan bahasa manusia itu rumit dan misterius. Kita tahu bahwa kita diciptakan untuk memiliki alat indera sejak lahir. Tidak semata-mata tuhan menitipkan alat indera pada manusia kecuali untuk kepentingan manusia, yaitu untuk berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Berinteraksi dan berkomunikasi adalah kebutuhan mahluk hidup, tanpa berinteraksi dengan lingkungan mustahil mahluk hidup dapat bertahan. Proses interaksi terjadi melalui penangkapan rangsang yang diterima alat indera dari energi yang terhambur dalam lingkungannya. Tanpa proses tersebut mustahil mahluk hidup dapat mengetahui bahaya yang ada disekitarnya.
Bagi manusia selain berinteraksi alat indera juga memiliki fungsi untuk berkomunikasi dengan sesama manusia lain. Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga dipahami apa yang dimaksud agar terjadi suatu hubungan atau kontak. Agar terjadinya hubungan tersebut manusia memerlukan media lain selain sekedar alat indera.

Media lain ini adalah bahasa. Bahasa adalah suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbiter, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap panca indra.

Dan bahkan untuk menciptakan struktur bahasa dari bahan mentah yang relative tidak terstruktur atau kacau. Bayi bukanlah kertas kosong sehingga pengasuh bisa menuliskan aturan-aturan tata bahasa, melainkan kreator bahasa yang sangat aktif. Harus ada keadaan yang sangat luar biasa untuk mencegah para seniman bahasa kecil ini agar tidak mencapai tujuan mereka menyusuri tata bahasa mental yang lengkap dalam tahun-tahun pertama kehidupan mereka.

Jadi, bahasa adalah indera alamiah yang menyatukan semua manusia, menghasilkan satu perangkat aturan mental internal yang sangat halus dan rumit yang diperoleh tanpa sarana instruksi atau pendidikan formal. Tetapi, tetap saja ada perbedaan-perbedaan individual yang penting di antara kita.

Setiap orang normalnya memiliki lima / panca indera yang berfungsi dengan baik untuk menangkap rangsangan sehingga dapat memberikan respon sesuai dengan keinginan atau sesuai dengan insting kita. Orang yang cacat indra masih bisa hidup namun tidak akan bisa menikmati hidup layaknya manusia normal.

Disamping kelima alat indera tersebut, manusia juga memiliki bahasa sebagai alat yang membantu manusia berkomunikasi satu dengan lainnya. Bahasa merupakan elemen penting dalam berkomunikasi. Terkait dengan hal tersebut bahasa memiliki urgensi yang sangat dominan dalam keberlangsungan kehidupan sehari-hari.

Menurut Abdul Chaer (2007:33) dalam bukunya yang berjudul Linguistik Umum memaparkan sifat atau ciri bahasa yaitu (1) Bahasa adalah sebuah sistem; (2) Bahasa itu wujud lambang; (3) Bahasa itu berupa bunyi; (4) Bahasa itu bersifat arbitrer; (5) Bahasa itu bermakna; (6) Bahasa itu bersifat konvensional; (7) Bahasa itu bersifat unik; (8) Bahasa itu bervariasi; (9) Bahasa itu universal; (10) Bahasa itu produktif; (11) Bahasa itu bersifat dinamis; (12) Bahasa berfungsi sebagai alat interaksi sosial; (13) Bahasa itu merupakan identitas penuturnya.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa alat indera dan bahasa saling berhubungan kegunaannya bagi manusia. Yaitu sebagai media komunikasi, alat indera sebagai media fisik sedangkan bahasa sebagai media verbal. Dengan hubungan ini kita dapat merefleksikan pengapilkasian alat indera dalam penggunaan bahasa.

Jenis-Jenis Makna Menurut Abdul Chaer


Bahasa pada dasarnya digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa pun sangat bermacam-macam bila dilihat dari beberapa kriteria dan sudut pandang. Jenis makna itu sendiri menurut Abdul Chaer dalam buku “Pengantar Semantik Bahasa Indonesia”, dibagi menjadi tujuh jenis makna, diantaranya:
  1. Berdasarkan jenis semantiknya dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.
  2. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial.
  3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna denotasi dan makna konotasi.
  4. Berdasarkan ketepatan maknanya dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus.
  5. Berdasarkan ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain dibagi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.
  6. Berdasarkan bisa atau tidaknya diramalkan atau ditelusuri, baik secara leksikal maupun gramatikal dibagi menjadi makna idiomatikal dan peribahasa.
  7. Kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari makna sebenarnya disebut makna kias.
Berdasarkan ketujuh jenis makna di atas, jenis makna yang akan dijelaskan secara terperinci yaitu jenis makna konseptual dan asosiatif, makna idiomatikal dan peribahasa, dan makna kias.

A.    Makna Konseptual dan Asosiatif
Makna konseptual dan asosiatif adalah makna yang dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya hubungan, asosiatif, refleksi makna sebuah kata dengan makna kata lain. Pengertian makna konseptual itu adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna denotatif. Contohnya adalah kata kursi memiliki makna konseptual ’sebuah tempat yang digunakan untuk duduk’; kata amplop memliki makna ’sampul surat’.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakt bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain yang mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan atau ciri yang ada pada konsep asal kata atau leksem tersebut. Contoh: kata kursi berasosiasi dengan ’kekuasaan’; kata amplop berasosiasi dengan ’uang suap’.
Menurut Leech (1976), makna asosiatif dibagi menjadi lima macam, antara lain:
1.      Makna konotatif
makna konotatif adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan.  Dalam makna konotatif terdapat makna konotatif positif dan negatif. Contoh: kata wanita dan perempuan, wanita termasuk kedalam konotatif posif sedangkan kata perempuan mengandung makna konotatif negatif.
2.      Makna stilistik
Makna stilistika ini berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat. Contoh: rumah, pondok, istana, keraton, kediaman, tempat tinggal, dan residensi.
3.      Makna afektif
Makna afektif adalah makna yang berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif akan lebih nyata ketika digunakan dalam bahasa lisan.
Contoh: ”tutup mulut kalian !” bentaknya kepada kami. Kata tersebut akan terdengar kasar bagi pendengarnya.

4.      Makna refleksi
Makna refleksi adalah makna yang muncul oleh penutur pada saat merespon apa yang dia lihat.
Contoh: kata aduh, oh, ah, wah, amboi, astaga,
5.      Makna kolokatif
Makna kolokatif adalah makna yang berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Jadi makna kolokatif harus sepadan dan pada tempatnya.
Contoh: kata tampan identik dengan laki-laki, kata gadis identik dengan cantik.

B.     Makna Idiomatik dan Peribahasa
Makna Idiomatik dan pribahasa adalah makna yang dapat dibedakan berdasarkan bisa atau tidaknya diramalkan atau ditelusuri, sebelum kita menjelaskan idiomatikal kita perlu mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan idiom. Idiom adalah satuan ujuran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secra leksikal maupun gramatikal.
Idiom dibedakan menjadi dua yaitu, idiom penuh dan idiom sebagaian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Contohnya: banting tulang artinya ’bekerja keras’, meja hijau artinya ’pengadilan’. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Contoh: daftar hitam artinya ’daftar yang berisi nama-nama orang yang dicurigai atau dianggap bersalah’.
Makna peribahasa adalah makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna sebagai peribahasa. Contohnya besar pasak dari pada tiang artinya ‘besar pengeluaran dari pada pendapatan’. Makna pribahasa ini bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka bisanya juga disebut dengan nama perumpamaan. Kata yang sering digunakan dalam pribahasa yaitu kata seperti, bagai, bak, laksana, umpama, tetapi ada juga peribahasa yang tidak menggunakan kata-kata tersebut namun kesan peribahasanya tetap tampak.

C.     Makna Kias
Makna Kias adalah makna Kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari makna sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, konseptual, denotatip) disebut arti kiasan Contohnya: putri malam artinya bulan, raja siang artinya matahari.

Tuesday, 22 February 2011

Tugas Perkembangan masa kanak-kanak, Anak, Remaja dan Dewasa

1. Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak
Periode kanak-kanak (umur 3-5 tahun), yaitu usia pra sekolah sebagai periode peralihan dari masa bayi keusia anak sekolah sebelum anak masuk sekolah, jiwanya telah matang untuk sekolah, yaitu matang karena dipersiapkan di taman kanak-kanak atau TPA, dan jenis-jenis pendidikan anak pra sekolah lainnya. Kohnstamm meyebut periode ini dengan periode estetis, yang berarti keindahan.
Ciri dari periode masa kanak-kanak ialah:
1) Perkembangan emosi kegembiraan hidup
2) Kebebasan
3) Fantasi.
Ketiga ciri tersebut, dapat berkembang dengan berbagai bentuk ekspresi seperti; permainan, dongeng, nyanyian dan menggambar itulah sebabnya, empat kegiatan tersebut sering dijadikan isi materi kurikulum di TK.
Tugas perkembangan masa kanak-kanak:
1. Menguasai kemampuan fisik dasar untuk bermain
2. Bisa bermain dengan teman sebaya
3. Membentuk sikap positif terhadap diri sendiri
4. Mempelajari peran gender yang sesuai
5. Mengembangkan kemampuan dasar dalam membaca, menghitung, dan menulis
6. Mengembangkan hati nurani, moralitas, dan sistem nilai
7. Memiliki kemandirian dasar dalam kegiatan sehari-hari
8. Mengembangkan sikap yang tepat terhadap kelompok sosial tertentu


2. Tugas Perkembangan Masa Anak
Salah satu dasar untuk menentukan apakah seorang anak telah mengalami perkembagan dengan baik adalah memulai apa yang disebut dengan tugas-tugas perkembangan atau Development Task. Tugas perkembangan masa anak menurut Munandar (1985) adalah belajar berjalan, belajar mengambil makanan yang padat, belajar berbicara, toilet training, belajar membedakan jenis kelamin dan dapat kerja kooperatif, belajar mencapai stabilitas fisiologis, pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataan sosial dan fisik, belajar untuk mengembangkan diri sendiri secara emosional dengan orang tua, sanak saudara dan orang lain serta belajar membedakan baik dan buruk.

Sedangkan menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) tugas perkembangan pada masa anak-anak adalah sebagai berikut:
a) Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum.
b) Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh.
c) Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
d) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
e) Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung
f) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari
g) Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan nilai
h) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga
i) Mencapai kebebasan pribadi.

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Seorang remaja dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya dapat dipisahkan ke dalam tiga tahap secara berurutan (Kimmel, 1995: 16):
Tahap yang pertama adalah remaja awal, di mana tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikannya sebagai remaja adalah pada penerimaan terhadap keadaan fisik dirinya dan menggunakan tubuhnya secara lebih efektif. Hal ini karena remaja pada usia tersebut mengalami perubahan-perubahan fisik yang sangat drastis, seperti pertumbuhan tubuh yang meliputi tinggi badan, berat badan, panjang organ-organ tubuh, dan perubahan bentuk fisik seperti tumbuhnya rambut, payudara, panggul, dan sebagainya.
Tahapan yang kedua adalah remaja madya, di mana tugas perkembangan yang utama adalah mencapai kemandirian dan otonomi dari orang tua, terlibat dalam perluasan hubungan dengan kelompok baya dan mencapai kapasitas keintiman hubungan pertemanan; dan belajar menangani hubungan heteroseksual, pacaran dan masalah seksualitas.
Tahapan yang ketiga adalah remaja akhir, di mana tugas perkembangan utama bagi individu adalah mencapai kemandirian seperti yang dicapai pada remaja madya, namun berfokus pada persiapan diri untuk benar-benar terlepas dari orang tua, membentuk pribadi yang bertanggung jawab, mempersiapkan karir ekonomi, dan membentuk ideologi pribadi yang di dalamnya juga meliputi penerimaan terhadap nilai dan sistem etik.
Demikianlah, penjelasan mengenai tugas-tugas perkembangan remaja sebagai satu bagian dalam memahami remaja sebagai suatu masa transisi. Diharapkan, pada saat ini kita telah sampai pada pemahaman bahwa sesungguhnya masa remaja adalah masa transisi yang menjembatani masa kanak-kanak yang tidak matang ke masa dewasa yang matang. Macam transisi yang berbeda akan membawa pengaruh yang berbeda pula bagi individu yang mengalaminya. Demikian pula dengan bagaimana cara kita melihat transisi tersebut akan mempengaruhi bagaimana kita dapat memahami apa yang dialami dan dirasakan oleh remaja. Selanjutnya, kita akan melihat perubahan dan perkembangan apa yang dialami oleh individu selama masa remajanya.
Menurut Havighurst, tugas-tugas perkembangan seorang remaja adalah sebagaipberikut: :
1. Menerima keadaan fisik dirinya sendiri dan menggunakan tubuhnya secara lebih efektif. Walaupun kedengarannya sederhana dan mudah diucapkan, menerima keadaan fisik diri sendiri sering kali menjadi masalah yang cukup besar bagi remaja. Banyak di antara kita yang sulit menerima kenyataan bahwa kita berkulit gelap atau tidak setinggi dan selangsing teman sebaya. Perasaan tidak puas ini kemudian membuat kita selalu dilanda perasaan minder, sehingga malas bergaul apalagi pergi ke pesta. Perasaan ini menutupi kenyataan, misalnya bahwa kita sebetulnya punya sepasang mata yang indah. Untuk mengatasi hal ini, sebaiknya fokuskan perhatian ke kelebihan kita dan jadikan itu sebagai daya tarik. Selain itu, hilangkan dari pikiran apa yang selama ini selalu ditanamkan oleh lingkungan kita, bahwa cewek harus cantik, putih, tinggi, dan langsing untuk dapat disebut sebagai cewek sejati, sedangkan cowok harus berbadan kekar, berbulu, dan bersuara dalam untuk bisa dikatakan jantan. Karena, kalau kita memang enggak punya gen untuk dapat berpenampilan seperti itu, kita cuma jadi gelisah dan enggak puas diri selamanya, sehingga lupa bahwa kita punya banyak potensihdiri.
2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Usaha untuk mencapai kemandirian emosional bisa membuat remaja melawan keinginan atau bertentangan pendapat dengan orangtuanya. Dengan ciri khas remaja yang penuh gejolak dan emosional, pertentangan pendapat ini sering kali membuat remaja menjadi pemberontak di rumah. Apabila masalah ini tidak terselesaikan, terutama apabila orangtua bersikap otoriter, remaja cenderung untuk mencari jalan keluar di luar rumah, yaitu dengan cara bergabung dengan teman-teman sebaya yang senasib. Sebetulnya, curhat dengan teman sebaya tidak ada salahnya, selama teman sebaya itu bisa membantu mendapatkan solusi yang baik. Namun, sering kali karena yang dihadapi adalah remaja seusia yang punya masalah yang kurang lebih sama dan sama-sama belum berhasil mengerjakan tugas perkembangan yang sama, bisa jadi solusi yang ditawarkan kurang bijaksana. Karena itu, kita perlu selalu ingat bahwa untuk melepaskan diri secara emosional dari orangtua pun, bisa dilakukan dengan meminta dukungan orangtua ataupun orang dewasa yang ada di sekitar kita. Tentunya bukan dengan cara meminta mereka untuk memecahkan masalah kita, tapi lebih kepada memahami keinginan kita untuk dipahami sebagai individu yang beranjak dewasa dan tidak inginoterlaluktergantungolagiokepadaomereka.
3. Mencapai suatu hubungan dan pergaulan yang lebih matang antara lawan jenis yang sebaya. Sehingga, remaja akan mampu bergaul secara baik dengan kedua jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan. Kemampuan untuk mencapai tugas perkembangan ini juga dipengaruhi oleh banyaknya interaksi yang dialami seorang remaja dengan orang-orang dari kedua jenis kelamin. Tapi, hal ini sama sekali tidak berarti bahwa kalau kita sekolah di sekolah khusus cowok atau khusus cewek, kemampuan kita untuk bergaul secara matang dengan jenis kelamin lain akan terganggu. Karena di sekolah kan juga ada guru, petugas perpustakaan dan kebersihan dari jenis kelamin lain, dan kita juga berinteraksi dengan mereka. Selain itu, pergaulan tidak terbatas di sekolah saja. Ketika kita pulang, di rumah dan di lingkungan sekitar juga terdapat kenalan pria dan wanita. Jadi, temen-temen di SMU Tarakanita, SMU Pangudi Luhur, ataupun sekolah khusus lainnya, enggak perlu khawatir. Kemampuan untuk berinteraksi dengan seimbang itu hanya dapat terganggu apabila kita sendiri yang memang menciptakan batasan untukobergaul.
4. Dapat menjalankan peran sosial maskulin dan feminin. Peran sosial yang dimaksud di sini adalah seperti yang diharapkan masyarakat, dan bergeser sesuai dengan peralihan zaman. Apabila pada zaman dahulu secara sosial dianggap baik bila laki-laki mencari nafkah di luar rumah sedangkan perempuan mengurus rumah tangga, dengan timbulnya kesadaran akan kesetaraan jender sekarang ini tidak harus demikian. Sehingga, yang paling penting untuk dipahami adalah sebagai anggota dari satu jenis kelamin, kita jangan sampai kemudian merasa berhak untuk mensubordinasi atau memperlakukan anggota jenis kelamin lain secara buruk atau semena-mena, baik di publik (masyarakat) maupun domestik (rumahotangga).
5. Berperilaku sosial yang bertanggung jawab. Idealnya, seseorang tentu diharapkan untuk berpartisipasi demi kebaikan atau perbaikan di lingkungan sosialnya, namun bila hal itu belum bisa dijalankan, minimal yang harus dilakukan adalah tidak menjadi beban bagi masyarakat atau lingkungan sosialnya. Karena itulah, remaja yang terlibat tawuran sampai menghancurkan fasilitas umum tentu tidak dapat dianggap telah melampaui tugas perkembangan yang satu iniodenganosukses.
6. Mempersiapkan diri untuk memiliki karier atau pekerjaan yang mempunyai konsekuensi ekonomi dan finansial. Setelah melepaskan diri dari ketergantungan emosional dengan orangtua atau orang dewasa lain, tugas yang menanti remaja adalah juga melepaskan diri dari ketergantungan finansial dari mereka. Karena itulah, belajar bekerja juga merupakan hal yang perlu dilakukan oleh remaja, betapapun kecil penghasilan yang diperoleh. Dengan demikian, diharapkan pada saatnya nanti kita bisa siap terjun dan bekerja di masyarakat.
7. Mempersiapkan perkawinan dan membentuk keluarga. Dengan dilaluinya tugas perkembangan yang telah disebutkan tadi yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk bergaul dengan sesama maupun lawan jenis, diharapkan pergaulan ini akan dapat membawa ke langkah selanjutnya yaitu untuk memilih pasangan hidup yang sesuai dan mulai mempersiapkan diri membentuk keluarga.
8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Keberhasilan remaja melaksanakan tugas perkembangan ini ditandai dengan, misalnya, kesuksesannya meredam serta mengendalikan gejolak emosi maupun seksualnya sehingga dapat hidup sesuai dengan norma dan etika yang berlaku. Untuk dapat memperoleh konsep diri yang memegang seperangkat nilai ini, remaja dapat memiliki role model atau seseorang yang dijadikan tokoh idola yang tingkah lakunya kemudian diteladani.
Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya, Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1992), antara lain :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuatobanyakoorangotuaomenjadiotakut.
f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiridan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalamocita-cita.
g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citrapyangpmerekapinginkan.
Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.

4. Tugas Perkembangan Masa Dewasa
Tugas perkembangan masa dewasa dibagi menjadi pada tiga tahap, yaitu:
2.6.1Tugaspperkembangan masa dewasa awal
• Memilih pasangan hidup
• Belajar hidup dengan suami atau istri
• Memulai kehidupan berkeluarga
• Membimbing dan merawat anak
• Mengolah rumah tangga
• Memulai suatu jabatan
• Menerima tanggung jawab sebagai warga negara
• Menemukan kelompok sosial yang cocok dan menarik
2.6.2 Tugas Perkembangan masa setengah baya
• Memperoleh tanggung jawab sosial dan warga negara
• Membangun dan memperthankan standar ekonomi
• Membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia
• Membina kegiatan pengisi waktu senggang orang dewasa
• Membina hubungan dengan pasanga hidup sebagai pribadi
• Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisik sendiri
• Menyesuaikan diri dengan pertambahan umur
2.6.3 Tugas perkembangan orang tua
• Menyesuaikan diri dengan menurunya kesehatan dan kekuatan fisik
• Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan menurunya pendapatan
• Menyesuaikan diri yterhadap meninggalnya suami/istri
• Menjalin hubuingan dengan perkumpulan manusia usia lanjut
• Memenuhi kewajiban sosial dan sebagai warga negara
• Membangun kehidupan fisik yang memuaskan
Menurut Havighurst setiap tahap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek-aspek lainya, yaitu fisik, psikis serta emosional, moral dan sosaial.
Adapun tugas perkembangan dewasa lainnya adalah
1. Memilih pasangan.
2. Belajar hidup dengan pasangan.
3. Memulai hidup dengan pasangan.
4. Memelihara anak.
5. Mengelola rumah tangga.
6. Memulai bekerja.
7. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.
8. Menemukan suatu kelompok yang serasi.

Pengertian dan Sumber Tugas Perkembangan


1.       Pengertian Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan adalah sesuatu tugas yang timbul pada periode tertentu dalam kehidupan seseorang. Adapun menurut Robert Havighurst, tugas perkembangan ialah tugas yang terdapat pada suatu tahap kehidupan seseorang, yang akan membawa individu kepada kebahagiaan dan keberhasilam dalam tugas-tugas pengembangan berikutnya yaitu apabila tahap kehidupan tersebut dijalani dengan berhasil. Sedangkan kegagalan dalam melaksanakan tugas pengembangan, akan mengakibatkan kehidupan tidak bahagia pada individu dan kesukaran-kesukaran lain dalam hidupnya kelak.

2. Sumber Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan berasal dari tiga jenis sumber. Pertama adalah tugas yang berasal dari pertumbuhan fisik. Misalnya, kesiapan fisik balita membuatnya mulai belajar berjalan dan bicara. Keterampilan itu akan diperlukan untuk tahap perkembangan berikutnya, misalnya untuk bermain bersama teman-teman. Di usia remaja, pertumbuhan fisik hormonal memunculkan rasa ketertarikan pada lawan jenis. Di sini ada tugas perkembangan untuk belajar menjaga sikap pada lawan jenis.
Kedua, ada tugas-tugas yang berasal dari kematangan kepribadian. Yang ini terkait dengan pertumbuhan sistem nilai dan aspirasi. Misalnya, di usia SD mulai muncul kesadaran akan perbedaan kelompok sosial dan ras, maka di usia ini ada tugas perkembangan untuk bisa menyikapi dengan tepat perbedaan tersebut. Ketika beranjak remaja muncul harapan tentang karier, sehingga di sini muncul tugas untuk mulai mempelajari pengetahuan dan keterampilan sebagai persiapan kerja.
Selanjutnya, jenis tugas perkembangan ketiga adalah tugas yang berasal dari tuntutan masyarakat, contohnya di usia SD, anak diharapkan sudah bisa baca tulis. Di usia dewasa, seseorang dituntut melakukan tanggung jawab sebagai warga sipil seperti membayar pajak dan memiliki pekerjaan.

Hubungan Wacana dengan Empat Keterampilan Bahasa Lainnya

     Keterampilan berbahasa mencakup keterampian menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut mempunyai keterkaitan satu sama lainnya. Urutan pemerolehan keterampilan berbahasa seorang anak dimulai dari keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, ketermpilan membaca, dan yang terakhir keterampilan menulis.
      Wacana meruapakan rangkaian ujar (rangkaian tindak tutur) yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan yang koheren dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental (Syamsuddin AR).
      Ciri dan sifat wacana (berdasarkan analisis) yaitu sebagai berikut.
1. membahas kaidah pemakaian bahasa,
2. usaha memaknai makna tuturan,
3. pemahaman rangkaian tuturan melalui interpretasi semantik,
4. berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa,
5. diarahkan pada pemakaian bahasa secara fungsional
      Wacana dan keterampilan berbahasa memiliki persamaan yaitu membahas penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Baik wacana maupun keterampilan berbahasa menempatkan bahasa sebagai alat komunikasi karena terjadi peristiwa komunikasi dan interaksi sosial.
      Ditinjau dari fokus dan cara pembahasan, wacana dan keterampilan memiliki perbedaan. Keterampilan berbahasa mengutamakan struktur formal sedangkan wacana mengutamakan pada tuturan dengan memperhatikan konteks dan situasi pemakaian nyata, bahasa sebagai alat komunikasi yang hidup bagi penuturnya, serta ujar/tutur/ungkapan perasaan lain yang tidak berstruktur.
     Pengajaran wacana lebih menekankan pada kemampuan peserta didik dalam menggunakan bahasa secara kontekstual, situasional, dan beruntun. Hal tersebut berbeda dengan pengajaran keterampilan berbahasa yang lebih menekankan pada penggunaan kaidah berbahasa secara tepat. Percakapan yang bersifat situasional dapat ditetapkan sebagai bahan pengajaran wacana tetapi tidak diajarkan pada keterampilan berbahasa.
Berdasarkan arah pembahasan tersebut, wacana yang tidak utuh (kalimat majemuk)pun tergolong wacana. Keterampilan berbahasa hanya membahas bagaimana peserta didik menerapkan kaidah formal bahasa sedangkan wacana membahas pula bagaimana wujud dari wacana tersebut.




Menciptakan Sekolah Berkualitas (langkah Pemasaran Sekolah)


Organisasi pendidikan hendaknya memiliki sistem pengelolaan/manajemen yang dapat memaksimalkan atribut-atribut yang dianggap pasar sebagai atribut yang penting dalam sebuah institusi pendidikan. Sehingga konsep pemasaran pedidikan yang berwawasan jasa/produk pelayanan akan berkembang menjadi konsep pemasaran pendidikan yang berorientasi pasar bahkan berwawasan masyarakat (society).
Langkah strategi selanjutnya adalah bagaimana pelayanan sekolah dapat terlihat sebagai apa yang diharapkan konsumen, dalam hal ini adalah masyarakat.
Kesenjangan yang sering terjadi adalah adanya perbedaan persepsi kualitas maupun atribut jasa pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap organisasi jasa, termasuk sekolah, didapati beberapa ciri-ciri organisasi jasa yang baik yaitu memiliki (Kotler, 2000):
1. Konsep strategis yang memiliki fokus kepada konsumen.
2. Komitmen kualitas dari manajemen puncak.
3. Penetapan standar yang tinggi.
4. Sistem untuk memonitor kinerja jasa.
5. Sistem untuk memuaskan keluhan pelanggan.
6. Memuaskan karyawan sama dengan pelanggan
Untuk mencapai ciri-ciri tersebut di atas, kita sepatutnya mengetahui parameter-parameter apa saja yang akan menjadi kekuatan dalam organisasi jasa. Setidaknya ada lima determinan kualitas jasa (Parasuraman, 1985) yaitu: keandalan, responsif, keyakinan, empati dan wujud.
Keandalan merupakan kemamampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. Dalam setiap realisasi pelayanan sekolah hendaknya sesuai dengan apa yang telah dijanjikan. Dan selanjutnya bagaimana dengan kondisi pelayanan yang ada dapat membantu keberhasilan proses belajar mengajar.
Responsif merupakan kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Kecepatan waktu juga harus diikuti oleh ketepatan waktu sehingga kualitas pelayanan tidak dikorbankan. Penanggung jawab kegiatan, guru dan juga guru piket merupakan ujung tombak dalam merespon orangtua siswa. Mereka hendaknya dapat menjawab setiap pertanyaan dan paling tidak dapat menjadi ‘pendengar yang baik’ ketika keluhan muncul.
Keyakinan merupakan pengetahuan dan kompetensi guru dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. Keyakinan pasar yang timbul merupakan suatu reputasi sekolah yang dibangun dalam kurun waktu tertentu dan yang utama merupakan cerminan dari kulitas guru. Untuk itu diperlukan strategi pendekatan pemasaran internal yaitu bagaimana pemilik sekolah dapat memberikan peningkatan kemampuan/ kompetensi guru serta memotivasi guru agar dapat semakin yakin akan organisasinya.
Empati merupakan syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan. Pada prinsipnya setiap manusia senang apabila diperhatikan orang lain. Hal ini dapat menjadi dasar perlakuan sekolah untuk memperhatikan setiap perkembangan siswanya. Pengelolaan administrasi, termasuk basis data, yang baik dapat memudahkan pendekatan ini.
Berujud merupakan penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil dan media komunikasi. Umumnya jasa pendidikan akan semakin terlihat baik ketika fasilitas fisik tersedia secara lengkap dan baik. Untuk menambahkan kewujudan dari jasa pelayanan dapat dilakukan dengan mewujudkan yang tidak berwujud. Imej sekolah dapat ditimbulkan dengan menempatkan simbol-simbol yang sifatnya dapat menterjemahkan konsep ke dalam tangkapan panca indra, sebagai contoh untuk mengesankan guru sekolah yang berkualitas maka ijasah pendidikan guru tersebut bisa dipajang.
Dengan melakukan unsur-unsur kualitas pelayanan jasa, maka sekolah dalam memberikan pelayanan pendidikan akan menjadi unggul dan pada akhirnya akan memudahkan pemasar untuk mengkomunikasikan kekuatan sekolah. Sehingga dalam mengantarkan pesan visi dan misi sekolah, masyarakat dapat menangkap lebih cepat, mudah dan paham. Tidak akan terjadi gap cara pandang dan komunikasi karena fakta lebih berbicara keras dari sekedar katakata.
Ketika setiap komponen (stake holder) dalam sistem pendidikan telah memahami kearah mana sekolah menuju, maka gap antara permintaan dan penawaran pengguna pendidikan akan semakin kecil. Sekolah akan lebih memfokuskan pasar sasaran yang sesuai dengan misinya dengan tetap mempertimbangkan kelayakan untuk dapat tetap beroperasi dan berkembang.