Pages - Menu

Tuesday, 14 January 2020

Pengembangan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat


Tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat berpengaruh terhadap volume sampah yang ada di Indonesia. Besarnya sampah yang telah dihasilkan oleh suatu daerah tertentu akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk, jenis aktivitas yang beragam, dan tingkat konsumsi penduduk di daerah tersebut.
Saat ini pengelolaan sampah belum dilaksanakan dengan baik sehingga menjadi sumber masalah, terutama bagi lingkungan masyarakat. Padahal tujuan pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan untuk mengubah sampah menjadi materi yang memiliki nilai ekonomis dan tidak membahayakan bagi lingkungan. Hal itu dapat kita lihat dari lingkungan sekeliling kita sendiri. Banyak sekali sampah yang menumpuk dan berceceran dimana-mana. Kondisi tersebut akhirnya menimbulkan pemandangan dan bau yang tidak sedap.
Prof. H.R. Sudrajat dalam bukunya yang berjudul “Mengelola Sampah Kota” mengungkapkan bahwa timbunan sampah akan meningkat setiap harinya. Terlebih lagi potensi timbunan sampah yang berada pada beberapa kota besar di negara Indonesia yang terus menerus akan meningkat dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk di kota tersebut.
Selama ini tahapan penanganan sampah yang ada dimulai dari pengumpulan sampah pada tingkat rumah tangga, kemudian diangkut ke tempat pembuangan sampah tingkat RW dan kelurahan atau yang umum dikenal dengan nama Tempat Pembuangan sampah Sementara (TPS), hingga akhirnya diangkut oleh Dinas Kebersihan kota ke Tempat Pembuangan sampah Akhir (TPA). Apabila kita melihat alur proses pengelolaan sampah terbut, terlihat bahwa beban TPA amat berat mengingat harus menampung sampah yang ada dari seluruh bagian kota. Hal inilah yang dirasakan menjadi masalah oleh kebanyakan kota besar di Indonesia.  Selain itu, khusus untuk penanganan sampah, berdasarkan informasi dari Dinas Kebersihan setempat, diketahui bahwa dari tahun ke tahun biaya yang dibutuhkan untuk penyediaan sarana transportasi (gerobak/motor sampah,truk sampah dan loader/buldozer) dan lahan tempat pembuangan sampah (baik TPS dan TPA) makin meningkat sementara alokasinya masih terbatas. Oleh karena itu, penanggulangan masalah sampah yang ada saat ini perlu diatasi secara bersama agar dapat tertanggulangi dengan baik. Kita sebagai masyarakat yang cinta terhadap tanah air harus ikut membantu menanggulangi permasaslahan ini dengan cara berperan aktif dan bertanggung jawab dalam melestarikan lingkungan. Selain itu, diperlukan juga kebijakan tegas yang diatur dan dikeluarkan oleh parlemen Indonesia sebagai wujud nyata komitmen parlemen dalam menjaga lingkungan. Kebijakan-kebijakan tersebut diantaranya dapat berupa:
1.      penyusunan norma, standar, prosedur, dan keriteria pengelolalan sampah;
2.      pemberian edukasi terhadap masyarakat tentang bagaimana mengelola sampah dengan baik dan benar;
3.      peningkayan pelayanan pengangkutan sampah serta penanganan sampah di tempat pembuangan akhir sampah dengan cara yang akrab/ramah lingkungan dengan mendirikan IPSK (Instalasi Pengolahan Sampah Kota) sampah organik dan nonorganic;
4.      pendirian IPSO (Instalasi Pengolahan Sampah Organik) basis komunal di TPS dan Pasar Tradisional dengan pola sentralisasi-desentralisasi (seDesentralisasi).
Selain itu, melihat kondisi yang ada saat ini untuk memecahkan masalah sampah harus melihat pola penanganan yang ada. Dengan demikian pada titik mana dari mata rantai pembuangan sampah tersebut dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sehingga sampah yang masuk ke TPA pada akhirnya hanya berupa sampah yang benar-benar tidak dapat diolah kembali. Masalah sampah di berbagai kota besar di Indonesia sebetulnya dapat dipecahkan dengan baik sebagaimana yang berhasil dilakukan di negara maju apabila peran aktif masyarakat meningkat. Pada umumnya proses pengelolaan sampah dengan basis partisipasi aktif masyarakat terdiri dari beberapa tahapan proses. Mulai dari mengupayakan agar sampah dikelola, dipilah dan diproses tahap awal mulai dari tempat timbulan sampah itu sendiri (dalam hal ini mayoritas adalah lingkungan rumah tangga). Upaya ini setidaknya dapat mengurangi timbulan sampah yang harus dikumpulkan dan diangkut ke TPS sehingga bebannya menjadi berkurang.
Selanjutnya pada fase awal di tingkat rumah tangga setidaknya diupayakan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dan sampah non organik dipilah serta mengumpulkan menurut jenisnya sehingga memungkinkan untuk di daur ulang. Sampah organik sebenarnya telah dapat diproses menjadi kompos di setiap rumah tangga pada tong-tong sampah khusus kompos (Komposter BioPhoskko) yang mampu memproses sampah menjadi kompos untuk periode tampung antara 5 hingga 7 hari dengan bantuan aktivator GreenPhoskko "A" (mikroba pengurai) dan Bulking Agent (penggembur). Bila proses pengomposan di tiap rumah tangga belum mungkin dilakukan, selanjutnya petugas sampah mengangkut sampah yang telah terpilah ke tempat pembuangan sampah sementara untuk diproses. Hasil pengamatan di beberapa tempat pembuangan sampah atau TPS di beberapa bagian kota diketahui bahwa masing-masing sampah non organik sangat memiliki nilai ekonomi.
Pewadahan dan pengumpulan dari wadah tempat timbulan sampah sisa yang sudah dipilah ke tempat pemindahan sementara. Pada tahapan ini beban kerja petugas pembuangan sampah menjadi lebih ringan.
Pengangkutan ke tempat pembuangan atau ke tempat pengolahan sampah terpadu. Pada tahapan ini diperlukan kotak penampungan sampah dan gerobak pengangkut sampah yang sudah dipilah.
Tahapan selanjutnya adalah pengolahan sampah yang tidak memungkinkan untuk diolah di setiap lingkungan rumah tangga di TPS. Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang ada dengan menggunakan pendekatan ini kemudian diubah fungsinya menjadi semacam pabrik pengolahan sampah terpadu, yang produk hasil olahnya adalah kompos, bahan daur ulang dan sampah yang tidak dapat diolah lagi.
Tahapan akhir adalah pengangkutan sisa akhir sampah, sampah yang tidak dapat didaur ulang atau tidak dapat dimanfaatkan lagi ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Pada fase ini barulah proses penimbunan atau pembakaran sampah akhir dapat dilakukan dengan menggunakan incinerator, sekitar 5-10 % sampah yang tdk dapat di daur ulang.
Berdasarkan tahapan proses di atas kunci penanganan sampah berbasis masyarakat (komunal) ini sebenarnya terletak pada rantai proses di tingkat rumah tangga dan di tingkat kelurahan/desa (yaitu di tempat pembuangan sampah sementara atau TPS). Yang melibatkan langsung masyarakat sebagai pengelola plus (pemilik home industri). Tanpa system komunal ini mustahil sampah dapat diatasi dengan tuntas. Cara penanganan seperti ini sebenarnya bertujuan untuk:
1.      membudayakan cara pembuangan sampah yang baik mulai dari lingkungan rumah hingga ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dengan menggunakan kantong / box sampah dan gerobak sampah terpisah antara sampah organik dan non organic;
2.      menata tempat pembuangan sampah (TPS) menjadi pusat pemanfaatan sampah organik dan nonorganik secara maksimal sampah organik diolah menjadi kompos;
3.      menjadikan sampah non organik menjadi bahan baku untuk diolah menjadi bahan daur ulang (kertas, kaca, plastik dsb.) atau produk consumer goods, handycraft, biogas dan sebagainya;
4.      memotong mata rantai distribusi sampah dari TPS ke TPA, karena sampah (khususnya sampah organik) habis di olah di TPS.
Implementasi model ini tergantung dari sikap masyarakat dalam memperlakukan sampah serta pemerintah perlu mendorong kearah Pengelolaan basis komunal. Semakin sadar masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan akan semakin mudah proses ini dapat dilaksanakan. Untuk itu peran pemerintah, LSM serta peran dunia usaha dalam mensosialisasikan hal ini serta dan harus didukung dengan penerapan peraturan perundangundangan tentang lingkungan serta penerapan perundangundangan tentang pengelolaan sampah diserta peraturan daerah (Perda) yang lebih tegas, pada akhirnya akan menentukan keberhasilan dalam penanggulangan masalah sampah khususnya di perkotaan, serta mensukseskan pembangunan pertanian organik Indonesia, sistem pertanian yang berkelanjutan

No comments:

Post a Comment