Pages - Menu

Friday, 20 May 2011

Analisis Situasi Kebahasaan Kampung Sukamahi Desa Pamanukan Subang


A.      Profil Situasi Kebahasaan
    Desa Pamanukan (Kota) terbagi menjadi tiga dusun, yaitu dusun Lebaksari, dusun Pangasinan, dan dusun Padek. Desa Pamanukan ini memiliki penduduk yang bersifat majemuk, baik etnis, suku, agama dan budaya, akan tetapi mereka dapat  hidup berdampingan tanpa adanya gesekan dalam kehidupan bermasyarakat.
   Berkaitan dengan situasi kebahasaan, yang menjadi salah satu objek penelitian kali ini, yaitu di Desa Pamanukan terdapat satu RW (Rukun Warga) tepatnya di Kampung Sukamahi, daerah bagian dusun Padek, yang memiliki keunikan dari segi penggunaan bahasa dalam sosialisasi antar warganya. Warga yang umumnya produktif dalam hal pertanian dan perguliran uang, seperti perdagangan dan jasa ini, pada kesehariannya mereka menggunakan dua bahasa daerah, yaitu bahasa sunda dan bahasa jawa kasar.
  Masyarakat asli Kampung Sukamahi ini, adalah penutur bahasa jawa asli, namun karena banyaknya warga pendatang dari daerah tatar sunda sehingga menyebabkan adanya integrasi terhadap situasi bahasa dalam sosialisasi kehidupan bermasyarakat di kampung tersebut. Kampung ini memiliki 1200 penduduk yang dengan cirri khas keunikan bahasa satusama lain. Warganya merupakan multibahasa yang memahami dan mengerti lebih dari satu bahasa, yaitu bahasa sunda, bahasa jawa dan bahasa Indonesia.
Secara geografis desa pamanukan ini terletak di daerah perbatasan, Indramayu dan Subang sehingga bahasa Jawa (jawa kasar) yang digunakannya pun memiliki keunikan  yang terintegrasi oleh bahasa sunda (sunda kasar). 

B.       Bentuk Bilingualisme Kampung Sukamahi
Apabila ditinjau dari aspek kedwibahasaan, masyarakat Desa Sukamahi Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat digolongkan ke dalam masyarakat dwibahasan. Hal ini disimpulkan berdasarkan hasil pengamatan dilapangan yang menemukan bahwa mayoritas masyarakat di desa tersebut menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi dalam pergaulannya yang dilakukan secara bergantian tergantung siapa yang menjadi lawan tutur. Adapun kedua bahasa tersebut ialah bahasa jawa dan bahasa sunda. Keduabahasa itu dapat mereka kuasai dengan baik, meskipun sebenarnya bahasa jawalah yang menjadi bahasa ibu di desa tersebut, akan tetapi mereka juga dapat menggunakan bahasa sunda dengan baik walapun terbatas pada bahasa sunda kasar. Memang pada kenyataannya ditemukan beberapa orang dari masyarakat desa Sukamahi yakni penutur asli desa tersebut yang tidak dapat menggunakan bahasa sunda secara produktif, akan tetapi mereka tetap dapat digolongkan ke dalam masyarakat dwibahasawan karena mereka mampu memakai bahsa sunda secara reseftif atau telah mengetahui bahasa tersebut.
Selain itu, mayoritas masyarakat desa Sukamahi ini juga dapat digolongkan ke dalam masyarakat multilingual, karena selain bisa berbahasa jawa dan sunda, masyarakat desa Sukamahi ini juga mampu memakai bahasa Indonesia baik secara produktif maupun secara reseftif.

C.      Analisis Interferensi dan Integrasi
Berdasrkan pengamatan yang telah dilakukan di lapangan, selain ditemukan adanya bilingualism dan multilingualisme, ditemukan pula adanya fenomena interferensi dalam pemakaian bahasa mereka sehari-sehari. Fenomena interferensi ini dapat kita lihat apabila anggota masyarakat desa Sukamahi ini sedang berbahasa Sunda. Pada saat ia berbahasa sunda terjadi interferensi yang unik, yakni meskipun ia menggunakan bahasa sunda baik itu dari segi morfologis maupun sintaksis dan semantic akan tetapi dialek yang ia gunakan ialah dialek bahasa jawa. Fenomena interferensi ini dapat kita pahami sebagai akibat dari adanya kontak bahasa yang mengakibatkan terjadinya transfer atau pemindahan unsur bahasa jawa ke dalam bahasa sunda yang dalam peristiwa ini transfer yang diberikan adalah berupa dialek bahasa jawa.
Secara umum, Ardiana (1940:14) membagi interferensi menjadi lima macam, yaitu interferensi kultural, semantik, leksikal, fonologis dan gramatikal. Berdasarkan penggolongan interferensi yang dikemukakan Ardiana tersebut, kita dapat menggolongkan fenomena interferensi yang terjadi di Desa Sukamahi ini termasuk ke dalam interferensi fonologis karena interferensi yang terjadi hanya mencakup interferensi dialek jawa pada saat berbahasa Sunda yang meliputi aspek intonasi, irama penjedaan dan artikulasi.
Proses pinjam meminjam dan saling mempengaruhi terhadap unsur bahasa yang lain tidak dapat dihindari. Suwito (1985:39-40) mengatakan. bahwa apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, dapat dikatakan bahwa bahasa tesebut dalam keadaan saling kontak. Dalam setiap kontak bahasa terjadi proses saling mempengaruhi antara bahasa satu dengan bahasa yang lain. Sebagai akibatnya, interferensi akan muncul, baik secara lisan maupun tertulis. Kedwibahasaan memang merupakan slah satu faktor yang dapat menimbulkan adanya interferensi suatu bahasa.
Adapun topik mengenai integrasi atau penetapan unsur serapan yang dicantumkan dalam kamus bahasa penerima belum dapat kami  temukan, sehingga memungkinkan adanya penelitian lebih lanjut.

D.    Analisis Bentuk-Bentuk Variasi Bahasa
Variasi Bahasa Dilihat dari Segi Tempat
a.       Tempat dapat Mengakibatkan Variasi Bahasa
Yang dimaksud disini yakni tempat yang dibatasi oleh air, keadaan tempat berupa gunung dan hutan. variasi seperti ini menghasilkan apa yang disebut dialek.
Dialek adalah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, dan dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa. adapun dialek yang dipakai oleh masyarakat Kampung Sukamahi Desa Pamanukan adalah dengan menggunakan dialek Jawa baik ketika mereka berbahasa Jawa maupun katika mereka berbahasa Sunda.
Ada lima macam perbedaan dialek:
1.            perbedaan fonetik, polimorfisme atau alofonik. perbedaan ini berada dibidang fonologi, dan biasanya si penutur dialek yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan tersebut.
2.            perbedaan semantic
3.            perbedaan anomasiologis yang menunjukkan nama yang berbeda berdasarkan satu konsep yang diberikan di beberapa tempat berbeda
4.            perbedaan semasiologis yaitu pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda
5.            perbedaan morfologis
Berdasarkan penggolongan dialek diatas, dialek yang dipakai oleh masyarakat Kampung Sukamahi Desa Pamanukan ini termasuk ke dalam dialek fonetik, polimorfisme atau alafonik. hal ini didasarkan pada perbedaan yang muncul berada di bidang fonologi dan masyarakat kampung tersebut tidak menyadari adanya perbedaan tersebut pada saat ia memakai dialek bahasa jawa.
b.            Bahasa Daerah, ialah bahasa yang dipakai oleh penutur bahasa yang tinggal di daerah tertentu. bahasa daerah sering dihubungkan dengan suku bangsa. Adapun bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat Kampung Sukamahi adalah bahasa Jawa.
c.             Kolokial, ialah bahasa yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat yang tinggal di daerah tertentu. Adapun bahasa bahasa yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat kampung ini adalah bahasa Jawa dan Sunda.
d.            Vernakular, adalah bahasa lisan yang berlaku sekarang pada daerah atau wilayah tertentu. Vernakular yang ada di masyarakat ini adalah bahasa Jawa, Sunda dan Indonesia. Khusus untuk bahasa Indonesia digunakan oleh masyarakat apabila ia berkomunikasi dengan masyarakat dari luar daerah.
Variasi bahasa dilihat dari segi waktu
Variasi bahasa secara diakronik disebut dialek temporal, dimana dialek tersebut berlaku pada kurun waktu tertentu. Misalnya bahasa Indonesia dahulu berbeda dengan bahasa Indonesia sekarang, hal itu disebabkan oleh perbedaan waktu yang menjadikan perbedaan makna pada kata-kata tertentu.
Variasi bahasa dilihat dari segi pemakai
a.       glosolalia, ujaran yang dituturkan ketika orang kesurupan. seorang dukun yang memanterai pasiennya biasanya dalam keadaan tidak sadarkan diri.
b.      idiolek, meskipun bahasa sama, tetapi akan diujarkan berbeda oleh setiap penutur, baik yang berhubungan dengan aksen, intonasi, dsb.
c.       kelamin, meskipun perbedaannya tidak tajam, namun tetap akan terlihat perbedaannya ketika berhubungan dengan suasana pembicaraan, topik pembicaraan maupun pemilihan kata yang dipergunakan.
d.      monolingual, yang dimaksud dengan monolingual yakni penutur bahasa yang hanya mempergunakan satu bahasa saja.
e.       Rol, yang dimaksud dengan rol adalah peranan yang diperankan seorang pembicara dalam interaksi sosial.
f.       status sosial, yang dimaksud status sosial pemakai bahasa adalah kedudukannya yang dihubungkan dengan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
g.      umur, faktor umur mempengaruhi bahasa yang dipergunakan seseorang. makin tinggi umur seseorang, makin banyak kata yang dikuasainya, makin baik pemahamannya dalam struktur bahasa dan semakin baik pula penlajarannya.


Variasi bahasa dilihat dari segi pemakaiannya
Menurut pemakaiannya, bahasa dapat dibagi atas:
a.       diglosa                         h.    reputations
b.      kreol                            i.     standar
c.       lisan                             j.     tulis
d.      nonstandard                k.    bahasa tutur sapa
e.       pijin                             l.     kan
f.       register                                    m.  jargon
g.      repertories
Variasi bahasa dilihat dari segi situasi
Variasi bahasa dilihat dari segi situasinya dibagi menjadi dua yaitu:
a.       bahasa dalam situasi resmi seperti dalam tulis menulis resmi, contohnya perundang-undangan, dokumen tertulis, surat yang berlaku dalam suatu organisasi. dan terjadi pada spertemuan resmi, contohnya rapat, kuliah, khotbah, ceramah, dan seminar.
b.      bahasa dalam situasi tidak resmi biasanya ditandai dengan keintiman dan di sini berlaku pula asal orang yang diajak bicara mengerti, contohnya ketika tawar menawar di pasar dan ketika berbincang-bincang dengan teman sebaya.
Variasi bahasa dilihat dari statusnya
Dilihat dari statusnya variasi bahasa dibagi atas:
a.       bahasa ibu, adapun bahasa ibu yang dipergunakan oleh masyarakat Kampung Sukamahi adalah bahasa Jawa.
b.      bahasa daerah, bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat Kampung Sukamahi adalah bahasa Jawa
c.       lingua franca yang digunakan oleh masyarakat ini sebagai alat komunikasi dengan masyarakat di luar daerah atau yang memiliki bahasa daerha yang berbeda ialah bahasa Indonesia.
d.      bahasa nasional,
e.       bahasa Negara
f.       bahasa pengantar identik dengan bahasa yang berhubungan erat dengan proses belajar mengajar. adapun bahasa pengantar yang digunakan di sekolah kampung Sukamahi adalah Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia

g.      bahasa persatuan
h.      bahasa resmi

E.     Wujud Variasi Kode Bahasa
Berdasarkan hasil penelitian, kami memperoleh data sebagai berikut;
Variasi bahasa dari segi penutur, warga merupakan bilingualis bahasa daerah yang melahirkan suatu variasi bahasa berupa dialek baru yaitu tuturan bahasa sunda bersintegrasi dengan dialek bahasa Jawa, yang disebabkan karena pada umumnya warga adalah orang Jawa, maka para pendatang yang menggunakan bahasa sunda pun, dalam kesehariannya mereka dituntut untuk berkomunikasi dalam bahasa jawa, sehingga ketika mereka menggunakan bahasa sunda, terjadi integrasi antara bahasa sunda dengan bahasa jawa. Situasi ini merupakan wujud integrasi kode yang melahirkan varian regional.
Sosiolek masyarakat di Kampung Sukamahi ini, terdiri atas golongan penutur bahasa jawa, golongan penutur bahasa sunda dan ada juga golongan penutur yang bisa menggunakan kedua bahasa tersebut yang dikarenakan adanya faktor perkawinan atau pun perpindahan penduduk. Namun kedua bahasa daerah yang digunakan merupakan ragam bahasa sunda dan jawa kasar. Berikut pemetaan pengguanaan bahasa dalam kehidupan masyarakat Kampung Sukamahi, Pamanukan.
Penduduk asli + penduduk asli                 menggunakan bahasa jawa
Penduduk asli + pendatang                      menggunakan bahasa sunda + bahasa pppppppp                                                ijawa
Pendatang + pendatang                           menggunakan bahasa jawa   + bahasa ppppppppi                                                 sunda
           Selain kedua variasi di atas, dari percakapan tersebut berdasarkan segi keformalannya merupakan variasi bahasa ragam santai atau ragam kasual karena pelaku percakapan merupakan keluarga dan teman karib.
F.       Faktor Sosial Budaya yang Menentukan Pemilihan Bahasa
Faktor sosial yang menyebabkan adanya variasi bahasa di Kampung Sukamahi  yaitu dikarena adanya perpindahan penduduk antar kampung, dan perkawinan antar suku yang berbeda. Pemilihan penggunaan bahasa di masyarakat umumnya adalah bahasa jawa karena penduduk asli merupakan penutur asli bahasa jawa yang juga bukan merupakan bahasa jawa murni (jawa kasar).  Akan tetapi bagi penduduk pendatang mereka mampu menggunakan dua bahasa yaitu dalam kehidupan keluarga menggunakan bahasa sunda kasar dengan interferensi dan integrasi dari bahasa jawa, sedangkan dalam sosialisasi masyarakat mereka menggunakan bahasa jawa kasar sebagai bahasa pengantar pergaulan di kampung tersebut.
Berikut bagan penentuan bahasa pergaulan dalam masyarakat;
Penduduk asli + penduduk asli                menggunakan bahasa jawa
      Penduduk asli + pendatang                     menggunakan bahasa jawa
      Pendatang + pendatang                           menggunakan bahasa jawa         iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii+ bahasa sunda iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii+ bahasa Indonesia.
Selain faktor sosial, terdapat beberapa faktor situasional yang mempengaruhi pemakaian bahasa warga Kampung Sukamahi, yaitu bahasa percakapan tergantung pada bahasa yang digunakan oleh lawan bicara, dan kepada siapa mereka berbicara.

G.      Wujud Alih Kode yang terjadi Sebagai Bentuk Pilihan Bahasa
  Wujud alih kode yang terjadi bersifat situasional, namun dari beberapa responden yang kami jadikan sebagai sumber data, rata-rata mereka melakukan alih kode dan campur kode antara bahasa jawa kasar dengan bahasa sunda ketika penutur ketiga hadir sebagai pengguna bahasa sunda dan terlibat aktif dalam percakapan.
Ketika dua orang penutur asli yang sedang berbincang dalam bahasa jawa kasar, kemudian datanglah seorang dari observer sebagai penutur ketiga dengan menggunakan bahasa sunda yang ikut masuk dan terlibat dalam pembicaraan mereka, maka serta merta mereka mengubah bahasa jawa yang tadinya mereka gunakan menjadi bahasa sunda kasar mengikuti bahasa yang digunakan oleh penutur ketiga, namun dalam pembicaraannya masih terdapat beberapa serpihan bahasa jawa meskipun tidak dominan. Akan tetapi keunikan yang terjadi adalah munculnya variasi bahasa dari segi varian dialek regional yaitu mereka tetap mempertahankan dialek bahasa jawa, meskipun telah beralih kode menggunakan bahasa sunda (bahasa sunda kejawa-jawaan).
Berikut penggalan percakapan penduduk asli dan pendatang dengan menggunakan bahasa jawa kasar.

Contoh  Alih kode
Bahasa indonesia
Ita                       : Mas boleh ngobrol-ngobrol sebentar?
Mas Radi            : Boleh, ini ada apa?
Ita                       :iEnggak, kita cuma sedang jalan-jalan untuk mengetahui iibahasa di sini.
Nurul                  : Daerah sini masih Sukamahi?
Mas Radi            : Iya Sukamahi
Retno                  : Kalau disini semua pakai bahasa jawa ya Mas?
Mas Radi            : Ya sawarehlah, tapi sundanya juga ada campuran kejawa-iijawaan.          Campur kode


Siti                      : Tos sabaraha lami di Sukamahi Mas?
Mas Radi            : Di dieu mah nembe 6 sasih, tiheula mah dipalih kaler, da di iidieu mah kontrakan.
Ita                       : Pami kanu sepuh Mas nganggo bahasa sunda atau jawa?
Bahasa sunda Mas Radi             : Nya teu langkung nungajak ngomongna, ai abdi mah bade iijawa, sunda oge tiasa.


Keterangan: Dari percakapan di atas maka ditemukan adanya alih kode dari bahasa Indonesia, kemudian adanya campuran bahasa jawa ke dalam bahasa Indonesia, dan penggunaan bahasa sunda murni.

Contoh Campur kode

Satria               : bahasa jawa lengkene contona apa Pa?
Bapak Susilo    : Ya Jawa
Satria               : Ya bahasa Jawa lengkene serupa kaya apa?
Bapak Susilo    : Jawa Indramayu
Satria               : Lengkenena pendatang ora?
Bapak Susilo    : Akeh
Satria               : Lengkene bahasa Jawa Tengah ora Pa?
Bapak Susilo    : Bahasa Jawa Tengan ana mah ana, tapi ngomongna jawa iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiingeneh. Jawa Indramayu lah biasa.
                                      Bahasa sundane sing seperempat, sing akeh bahasa jawa.
Satria               : Akehlah bahasa jawa ngono?
Bapak Susilo    : Jawane jawa kuol.

Keterangan: kata yang dicetak tebal, terindikasi merupakan wujud pengaruh serpihan bahasa sunda dalam penggunaan bahasa jawa.

H.      Faktor Sosial Budaya yang Menentukan Adanya Alih Kode dan Campur Kode dalam Masyarakat Pamanukan, Subang.  
                  Berdasarkan sejarah, Desa Pamanukan terdiri dari berbagai etnis, suku, agama dan budaya. Sehingga kemajemukan itu melahirkan variasi baru dalam situasi kebahasaan masyarakatnya. Di desa ini terdapat satu Rukun Warga, yaitu Kampung Sukamahi,  yang terdiri dari kurang lebih 1200 jiwa yang di dalamnya memiliki keunikan bahasa karena disebabkan oleh integrasi bahasa pendatang dengan bahasa penduduk asli, sehingga munculah variasi bahasa sunda sebagai bahasa kedua (bahasa yang dibawa oleh pendatang) yang berdialek bahasa jawa (bahasa penduduk asli). Faktor sosial lainnya adalah karena perpindahan penduduk, dan perkawinan antara penduduk asli dengan warga pendatang.
A.      Profil Situasi Kebahasaan
    Desa Pamanukan (Kota) terbagi menjadi tiga dusun, yaitu dusun Lebaksari, dusun Pangasinan, dan dusun Padek. Desa Pamanukan ini memiliki penduduk yang bersifat majemuk, baik etnis, suku, agama dan budaya, akan tetapi mereka dapat  hidup berdampingan tanpa adanya gesekan dalam kehidupan bermasyarakat.
   Berkaitan dengan situasi kebahasaan, yang menjadi salah satu objek penelitian kali ini, yaitu di Desa Pamanukan terdapat satu RW (Rukun Warga) tepatnya di Kampung Sukamahi, daerah bagian dusun Padek, yang memiliki keunikan dari segi penggunaan bahasa dalam sosialisasi antar warganya. Warga yang umumnya produktif dalam hal pertanian dan perguliran uang, seperti perdagangan dan jasa ini, pada kesehariannya mereka menggunakan dua bahasa daerah, yaitu bahasa sunda dan bahasa jawa kasar.
  Masyarakat asli Kampung Sukamahi ini, adalah penutur bahasa jawa asli, namun karena banyaknya warga pendatang dari daerah tatar sunda sehingga menyebabkan adanya integrasi terhadap situasi bahasa dalam sosialisasi kehidupan bermasyarakat di kampung tersebut. Kampung ini memiliki 1200 penduduk yang dengan cirri khas keunikan bahasa satusama lain. Warganya merupakan multibahasa yang memahami dan mengerti lebih dari satu bahasa, yaitu bahasa sunda, bahasa jawa dan bahasa Indonesia.
Secara geografis desa pamanukan ini terletak di daerah perbatasan, Indramayu dan Subang sehingga bahasa Jawa (jawa kasar) yang digunakannya pun memiliki keunikan  yang terintegrasi oleh bahasa sunda (sunda kasar). 

B.       Bentuk Bilingualisme Kampung Sukamahi
Apabila ditinjau dari aspek kedwibahasaan, masyarakat Desa Sukamahi Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat digolongkan ke dalam masyarakat dwibahasan. Hal ini disimpulkan berdasarkan hasil pengamatan dilapangan yang menemukan bahwa mayoritas masyarakat di desa tersebut menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi dalam pergaulannya yang dilakukan secara bergantian tergantung siapa yang menjadi lawan tutur. Adapun kedua bahasa tersebut ialah bahasa jawa dan bahasa sunda. Keduabahasa itu dapat mereka kuasai dengan baik, meskipun sebenarnya bahasa jawalah yang menjadi bahasa ibu di desa tersebut, akan tetapi mereka juga dapat menggunakan bahasa sunda dengan baik walapun terbatas pada bahasa sunda kasar. Memang pada kenyataannya ditemukan beberapa orang dari masyarakat desa Sukamahi yakni penutur asli desa tersebut yang tidak dapat menggunakan bahasa sunda secara produktif, akan tetapi mereka tetap dapat digolongkan ke dalam masyarakat dwibahasawan karena mereka mampu memakai bahsa sunda secara reseftif atau telah mengetahui bahasa tersebut.
Selain itu, mayoritas masyarakat desa Sukamahi ini juga dapat digolongkan ke dalam masyarakat multilingual, karena selain bisa berbahasa jawa dan sunda, masyarakat desa Sukamahi ini juga mampu memakai bahasa Indonesia baik secara produktif maupun secara reseftif.

C.      Analisis Interferensi dan Integrasi
Berdasrkan pengamatan yang telah dilakukan di lapangan, selain ditemukan adanya bilingualism dan multilingualisme, ditemukan pula adanya fenomena interferensi dalam pemakaian bahasa mereka sehari-sehari. Fenomena interferensi ini dapat kita lihat apabila anggota masyarakat desa Sukamahi ini sedang berbahasa Sunda. Pada saat ia berbahasa sunda terjadi interferensi yang unik, yakni meskipun ia menggunakan bahasa sunda baik itu dari segi morfologis maupun sintaksis dan semantic akan tetapi dialek yang ia gunakan ialah dialek bahasa jawa. Fenomena interferensi ini dapat kita pahami sebagai akibat dari adanya kontak bahasa yang mengakibatkan terjadinya transfer atau pemindahan unsur bahasa jawa ke dalam bahasa sunda yang dalam peristiwa ini transfer yang diberikan adalah berupa dialek bahasa jawa.
Secara umum, Ardiana (1940:14) membagi interferensi menjadi lima macam, yaitu interferensi kultural, semantik, leksikal, fonologis dan gramatikal. Berdasarkan penggolongan interferensi yang dikemukakan Ardiana tersebut, kita dapat menggolongkan fenomena interferensi yang terjadi di Desa Sukamahi ini termasuk ke dalam interferensi fonologis karena interferensi yang terjadi hanya mencakup interferensi dialek jawa pada saat berbahasa Sunda yang meliputi aspek intonasi, irama penjedaan dan artikulasi.
Proses pinjam meminjam dan saling mempengaruhi terhadap unsur bahasa yang lain tidak dapat dihindari. Suwito (1985:39-40) mengatakan. bahwa apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, dapat dikatakan bahwa bahasa tesebut dalam keadaan saling kontak. Dalam setiap kontak bahasa terjadi proses saling mempengaruhi antara bahasa satu dengan bahasa yang lain. Sebagai akibatnya, interferensi akan muncul, baik secara lisan maupun tertulis. Kedwibahasaan memang merupakan slah satu faktor yang dapat menimbulkan adanya interferensi suatu bahasa.
Adapun topik mengenai integrasi atau penetapan unsur serapan yang dicantumkan dalam kamus bahasa penerima belum dapat kami  temukan, sehingga memungkinkan adanya penelitian lebih lanjut.

D.    Analisis Bentuk-Bentuk Variasi Bahasa
Variasi Bahasa Dilihat dari Segi Tempat
a.       Tempat dapat Mengakibatkan Variasi Bahasa
Yang dimaksud disini yakni tempat yang dibatasi oleh air, keadaan tempat berupa gunung dan hutan. variasi seperti ini menghasilkan apa yang disebut dialek.
Dialek adalah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, dan dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa. adapun dialek yang dipakai oleh masyarakat Kampung Sukamahi Desa Pamanukan adalah dengan menggunakan dialek Jawa baik ketika mereka berbahasa Jawa maupun katika mereka berbahasa Sunda.
Ada lima macam perbedaan dialek:
1.            perbedaan fonetik, polimorfisme atau alofonik. perbedaan ini berada dibidang fonologi, dan biasanya si penutur dialek yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan tersebut.

No comments:

Post a Comment