A. Hakikat Manusia
1. Manusia adalah Makhluk Tuhan Yang Maha Esa
Menurut Evolusionisme, manusia adalah hasil puncak dari mata rantai evolusi yang terjadi di alam semesta. Manusia sebagaimana halnya alam semesta ada dengan sendirinya berkembang dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta. Sebaliknya, Kreasionisme menyatakan bahwa asal usul manusia sebagaimana halnya alam semesta adalah ciptaan suatu Creative Cause atau Personality, yaitu Tuhan YME.
Adapun secara filosofis penolakan terhadap teori Evolusionisme antara lain didasarkan kepada empat argument berikut ini:
1. Argumen Ontologis: Semua manusia memiliki ide tentang Tuhan.
2. Argumen Kosmologis: Segala sesuatu yang ada mesti mempunyai suatu sebab.
3. Argumen Teleologis: Segala sesuatu memiliki tujuan.
4. Argumen Moral: Dasar, sumber dan tujuan moralitas itu adalah Tuhan.
2. Manusia Sebagai satuan Badani dan Rohani
Menurut E.F. Schumacher (1980), manusia adalah kesatuan dari yang bersifat badani dan rohani yang secara principal berbeda daripada benda, tumbuhan, hewan, maupun Tuhan. Sejalan dengan ini Abdurahman Sholih Abdullah (1991) menegaskan: “meski manusia merupakan paduan unsure yang berbeda, ruh dan badan, namun ia merupakan pribadi yang integral.”
3. Individualitas/Personalitas
Manusia adalah individu atau pribadi, artinya manusia satu kesatuan yang tidak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, dan merupakan subjek yang otonom.
4. Sosialitas
Dalam hidup bersama dengan sesamanya (bermasyarakat), setiap individu menempati kedudukan (status) tertentu, mempunyai dunia dan tujuan hidupnya masing-masing, namun demikian sekaligus ia mempunyai dunia bersama dan tujuan hidup bersama dengan sesamanya. Melalui hidup dengan sesamanyalah manusia dapat mengukuhkan eksistensinya. Selain itu, hendaknya terdapat keseimbangan antara individualitas serta sosialitas pada setiap manusia.
5. Keberbudayaan
Kebudayaan adalah “keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar” (Koentjaraningrat, 1985). Terdapat 3 jenis wujud kebudayaan, yaitu (1) sebagai kompleks dari ide-ide, ilmu pengetahuan, nilai-nilai, noma-norma, peraturan-peraturan,dsb. (2) sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam bermasyarakat, dan (3) sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Kebudayaan memiliki nilai positif bagi kemungkinan eksistensi manusia, namun demikian perlu dipahami pula bahwa apabila manusia kurang bijaksana dalam mengembangkan dan/atau menggunakannya, maka kebudayaan pun dapat menimbulkan kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi manusia.
6. Moralitas
Manusia memiliki dimensi moralitas karena ia memiliki kata hati yang dapat membedakan antara baik dan jahat. Adapun kebebasan untuk bertindak/berbuat itu selalu berhubungan dengan norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang juga harus dipilihnya.
7. Keberagaman
Keberagaman merupakan salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama, yang diwujudkan dalam sikap dan prilakuknya.
8. Historisitas
Eksistensi manusia memiliki dimensi historisitas, artinya bahwa keberadaan manusia pada saat ini terpaut kepada masa lalunya, ia belum selesai mewujudkan dirinya sebagai manusia, ia mengarah ke masa depan untuk mewujudkan tujuan hidupnya.
Tujuan hidup manusia mencakup tiga dimensi, yaitu dimensi ruang, dimensi waktu, dan dimensi nilai sesuai dengan agama dan budaya yang diakuinya. Adapun esensi tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai keselamatan/kebahagiaan didunia dan diakhirat, atau untuk mendapatkan ridho Tuhan Yang Maha Esa.
9. Komunikasi/Interaksi
Dalam rangka mencapai tujuan hidpunya, manusia berinteraksi atau berkomunikasi. Komunikasi ini dilakukannya baik secara vertikal yaitu dengan Tuhannya maupun secara horizontal yaitu dengan alam dan sesame manusia serta budayanya dan bahkan dengan dirinya sendiri.
10. Dinamika
Dinamika mempunyai arah horizontal (ke arah sesama dan dunia) maupun arah transedental (Kearah yang Mutlak). Adapun dinamika itu adalah untuk penyempurnaan diri baik dalam hubungannya dengan sesame, dunia dan Tuhan.
11. Eksistensi Manusia adalah untuk Manjadi Manusia
Bagi manusia bereksistensi berarti mengadakan dirinya secara aktif. Bereksistensi berarti merencanakan, berbuat, dan menjadi. Eksistensi manusia tiada lain adalah untuk menjadi manusia, tegasnya ia harus menjadi manusia ideal (manusia yang diharapkan, dicita-citakan, atau menjadi manusia yang seharusnya).
B. Prinsip-Prinsip Antropologis Keharusan Pendidikan: Manusia sebagai Makhluk yang Perlu Dididik dan Perlu Mendidik Diri.
1. Prinsip Historisitas
2. Prinsip Idealitas
3. Prinsip Posibilitas/Aktualitas
C. Prinsip-Prinsip Antropologis Kemungkinan Pendidikan: Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Didik
1. Prinsip Potensialitas
Manusia akan dapat didik karena ia memiliki potensi untuk menjadi manusia ideal.
2. Prinsip Dinamika
Manusia (peserta didik) meniliki dinamika untuk menjadi manusia ideal. Manusia (peserta didik) selalu aktif baik dalam aspek fisiologis maupun spiritualnya. Karena itu dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat dididik.
3. Prinsip Individualitas
Manusia (peserta didik) adalah individu yang emmiliki kesendirian (subjektivitas), bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri.
4. Prinsip Sosialitas
Pendidikan hakikatnya berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar sesama manusia (pendidik dan peserta didik)
5. Prinsip Moralitas
Pendidikan bersifat normatif artinya dilaksanakan berdasarkan system norma dan nilai tertentu. Manusia berdimensi moralitas, karena manusia mampu membedakan yang baik dan yang jahat.
D. Pendidikan sebagai Humanisasi
Manusia akan dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan, implikasinya maka pendidikan tiada lain adalah humanisasi (upaya memanusiakan manusia). Sasaran pendidikan hakikatnya adalah manusia sebagai kesatuan yang terintegrasi.
Sosok manusia yang menjadi tujuan pendidikan adalah manusia yang seharusnya atau manusia yang dicita-citakan (idealitas). Implikasinya pendidikan harus berfungsi untuk mewujudkan (mengembangkan) berbagai potensi yang ada pada manusia dalam konteks dimensi keberagaman, moralitas, individualitas/personalitas, sosialitas dan keberbudayaan secara menyeluruh dan terintegrasi. Dengan kata lain pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia.
Pendidikan diarahkan menuju terwujudnyamanusia ideal, sebab itu epndidikan bersifat normatif. Sebagai humanisasi pendidikan mengandung pengertian yang sangat luas, maka dari itu pendidikan jangan hanya direduksi sebatas pengajaran atau pelatihan saja. Pendidikan adalah bagi siapapun, berlangsung dimanapun, melalui berbagai bentuk kegiatan (informal, formal maupun nonformal), dan kapanpun (sepanjang hayat). Humanisasi bukanlah pembentukan peserta didik atas dasar kehendak sepihak dari pendidik.Implikasinya peranan pendidik bukanlah membentuk peserta didik, melainkan membantu atau memfasilitasi peserta didik untuk mewujudkan dirinya dengan mengacu kepada semboyan ingerso sung teledo (memberikan teladan), ing madya mangun karso (membangkitkan semangat, kemauan), dan tut wuri handayani ( membingbing/memimpin). Sifat pendidikan yang normatif dan dimensi moralitas mengimplikasikan bahwa pendidikan hanyalah bagi manusia, tidak ada pendidikan bagi hewan.
0 comments:
Post a Comment