Search This Blog

Saturday, 28 May 2011

Media “Authentic Materials” dalam Pengajaran Bahasa Asing


              Dalam belajar bahasa asing dapat dipakai salah satu dari beberapa pendekatan yang telah dikenal hingga saat ini. Penggunaan pendekatan tertentu berkorelasi dengan jenis kemahiran yang dipelajari, dan materi yang dipelajari. Pemakaian “authentic materials” dituntut jika kita menggunakan pendekatan komunikatif-integratif dalam pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing.
              Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendekatan komunikatif integratif adalah pendekatan dalam pembelajaran bahasa dengan menekankan aspek komunikatif dan integratif. Dengan komunikatif dimaksudkan sebagai pendekatan yang mengutamakan pembelajar menggunakan bahasa Indonesia untuk komunikasi secara aktif. Ini berarti fokus diletakkan pada penggunaan bahasa dalam konteks kehidupan sehari-hari. Sementara itu yang dimaksud dengan integratif ialah keterpaduan penggunaan kemahiran mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Di samping itu dengan pendekatan integratif pembelajar bahasa juga dilibatkan dalam aktivitas di kelas dan di luar kelas, baik dalam bentuk tugas terstruktur atau sosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya.
              Agar para pembelajar dan pengajar dapat berkomunikasi dengan baik diperlukan materi pelajaran yang fungsional. Seperti dijelaskan oleh Eskey (1986) para pembelajar yang termasuk lower-level cognitive skills memerlukan materi pelajaran yang menekankan identifikasi bentuk; sedang para pembelajar yang termasuk higher-level cognitive skills memerlukan materi pelajaran yang menekankan interpretasi makna. Bagi para pembelajar yang termasuk lower-level cognitive skills yang lazimnya berada di kelas pemula pemakaian “authentic materials” yang menekankan aspek bentuk sangat penting untuk menjembatani kesenjangan komunikasi di antara pembelajar dan pengajar. Dapat dibayangkan apa yang terjadi di dalam kelas jika para pembelajar tidak mengetahui satu kata pun dari bahasa yang dipelajarinya, sementara itu pengajar harus memaparkan materi pelajaran dengan memakai bahasa yang sedang dipelajarinya. Dengan menggunakan “authentic materials” yang tepat para pembelajar akan dapat mengikuti pelajaran dengan memanfaatkan pengetahuan dasarnya untuk menebak materi pelajaran yang dipelajarinya.
              Pada umumnya pembelajar bahasa asing dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu kelas pemula (novice), menengah (intermediate), dan atas (advanced). Kelas pemula dibedakan atas kelas pemula bawah (novice-low), pemula tengah (novice-mid), dan pemula atas (novice-high). Kelas menengah dibagi atas kelas menengah bawah (intermediate-low), menengah tengah (intermediate-mid), dan menengah atas (intermediate-high). Untuk kelas atas jika diperlukan dapat dibedakan atas kelas atas (advanced) dan kelas superior (superior).
              Kelas pemula ditandai oleh kemampuan berkomunikasi secara minimal atas materi yang dipelajari. Kelas menengah ditandai oleh kemampuan memakai materi pelajaran dengan mengkombinasikan unsur-unsur yang dipelajari dan bertanya serta menjawab pertanyaan. Kelas atas ditandai oleh kemampuan berkomunikasi serta menulis teks yang utuh. Pengelompokan ini sangat penting untuk melaksanakan pendekatan komunikatif-integratif, karena hanya kelas yang kemampuan pesertanya hampir samalah interaksi antarpembelajar dan pengajar dapat terjalin dengan baik. Apabila kemampuan pembelajar relatif berbeda, tidak jarang proses belajar-mengajar terganggu oleh pembelajar yang tidak dapat mengikuti pelajaran, atau sebaliknya oleh pembelajar lain yang lebih tinggi kemampuannya.
              Berdasar asumsi bahwa retensi yang dihasilkan dari aktivitas membaca paling rendah bila dibandingkan dengan aktivitas lainnya, maka pelajaran membaca perlu mendapat perhatian khusus. Dengan menggunakan pendekatan komunikatif-integratif, aktivitas pada pelajaran membaca tidak terbatas pada membaca saja, tetapi dapat pula menjangkau aktivitas mendengar, berbicara, dan menulis. Hal ini berarti beberapa jenis aktivitas itu diintegrasikan ke dalam suatu aktivitas, yaitu melalui pelajaran membaca. Aktivitas mendengar terlibat dalam pelajaran membaca karena pembelajar harus mendengarkan ucapan-ucapan guru dan pembelajar lain ketika berinteraksi di dalam kelas, aktivitas berbicara terwujud pada saat pembelajar mendiskusikan materi pelajaran, dan aktivitas menulis tercakup dengan adanya tugas-tugas menulis karangan atau laporan dari hasil diskusi kelompok. Pada dasarnya pelajaran membaca itu sendiri dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu tahap prabacaan, bacaan, dan pascabacaan. Setiap tahap harus dilakukan karena tahap yang satu menjadi prasyarat bagi tahap lainnya, dan keberhasilan pelajaran membaca ditentukan oleh ketiga tahapan itu.
              Pada tahap prabacaan guru memperkenalkan tipe teks yang akan dipelajari dan menyampaikan bagan atau gambaran umum mengenai topik yang akan dibahas. Tahap prabacaan berfungsi sebagai basis dari keseluruhan pelajaran membaca, dalam arti bahwa pembelajar akan mengalami kesulitan mengikuti pelajaran ini tanpa dibekali informasi dan pikiran yang tepat mengenai teks yang akan mereka baca. Untuk itu sebelum pelajaran membaca dimulai, guru mulai menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas. Dalam hubungan ini guru menanyakan informasi apa saja yang akan muncul berkenaan dengan topik yang akan dipelajari dan dicacat pada papan tulis agar dapat dilihat dan diingat oleh para pembelajar. Dalam hal ini guru sangat dituntut peranannya untuk memancing siswa terlibat aktif dalam tahap prabacaan ini.
              Perlu diketahui bahwa pada tahap prabacaan ini guru belum membagikan teks yang akan dipelajari. Sebelum teks dibagi, guru mendiskusikan topik yang akan dibahas di dalam teks. Diskusi ini dimaksudkan untuk memancing informasi yang akan dipakai sebagai kata kunci untuk menyusun hipotesis dalam memahami isi teks.
              Kegiatan membaca dimulai ketika guru sudah mendistribusikan teks kepada para pembelajar. Para pembelajar diminta membaca dan memahami isi teks. Kata-kata yang dianggap sulit (karena belum pernah dikenalnya) dicacat dan ditanyakan kepada guru. Guru menjelaskan makna kata itu beserta sinonimnya agar para pembelajar bertambah penguasaan kosa katanya. Pada bagian bacaan terdapat pertanyaan tentang teks atau memilih serta mengisi bagian-bagian tertentu dari soal yang disajikan. Untuk mengerjakan bagian ini para pembelajar dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 2 atau 3 orang. Dalam kelompok itu pembelajar berdiskusi dengan temannya mengenai apa yang ditanyakan dalam teks. Setelah diskusi selesai guru bertanya kepada para pembelajar satu per satu mengenai apa yang dikerjakan dan bagaimana hasilnya. Jika dalam materi pelajaran terdapat bagian yang harus diperankan, maka para pembelajar diminta untuk main peran mengenai hal tertentu, seperti wawancara antara wartawan dengan seorang pejabat, atau percakapan di antara penjual dan pembeli.
              Pada bagian pascabacaan terdapat tugas yang harus dikerjakan oleh para pembelajar setelah pelajaran selesai. Ini berarti setelah pelajaran selesai para pembelajar diberi pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah ini dikumpulkan pada hari berikutnya ketika pelajaran yang sama berlangsung lagi. Sedapat mungkin pekerjaan para pembelajar dari pascabacaan ini diperiksa dan hasilnya dikembalikan kepada para pembelajar. Jika waktu tidak memungkinkan, bagian pascabacaan ini tidak perlu dibahas di kelas, tetapi guru menyediakan waktu bagi para pembelajar jika ingin menanyakan sesuatu berkenaan dengan materi yang ada pada bagian pascabacaan.
              Teks yang akan dipakai sebagai bahan bacaan harus disesuaikan dengan kemampuan para pembelajar dan sebaiknya berasal dari “authentic materials.” Untuk kelas pemula yang sama sekali belum mengenal bahasa Indonesia dapat dipilih teks yang berasal dari “authentic materials” mulai dari yang sangat sederhana hingga yang sedikit lebih kompleks. Seperti dianjurkan oleh Eskey (1986) untuk para pembelajar yang termasuk “lower-level cognitive skills” disajikan teks yang menekankan identifikasi bentuk. Dalam hal ini teks yang menekankan identifikasi bentuk itu diusahakan teks yang mengandung unsur-unsur universal sehingga para pembelajar dapat mengenali bentuk teks tulis sekali pun mereka tidak dapat memahami kata-kata yang ada dalam teks itu. Sebagai contoh pada hari pertama dalam pelajaran membaca pada kelas pemula guru menyajikan kartu nama sebagai bahan pelajaran. Pada umumnya kartu nama mempunyai bentuk yang relatif standar sehingga para pembelajar dapat menebak bagian-bagian yang memuat informasi tentang nama, alamat kantor atau alamat rumah, nomor telepon dan sebagainya, seperti terlihat pada contoh berikut:
PT MAJU MUNDUR
Aswin Budi Pratama
Direktur Utama
Kantor:
Jl. Wuruk 4
T. 741374 Smg
Rumah:
Jl. Jangli 23
T. 7478209 Smg

--nama institusi
--nama diri
--jabatan
--alamat kantor/rumah
              Dengan memakai kartu nama guru dapat melaksanakan tugas mengajar sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah diuraikan sebelum ini. Pada tahap prabacaan guru menjelaskan anatomi kartu nama, dan para pembelajar dipancing untuk mengidentifikasikannya. Setelah guru mendistribusikan teks yang berisi kartu nama, guru mulai menjelaskan atau menanyakan beberapa hal, misalnya dengan kalimat-kalimat seperti berikut ini:
  1. Siapa aku?
  2. Dimana rumahku?
  3. Berapa nomor telpon rumahku?
Nama saya ...
Rumah saya ...
Nomor telpon rumah saya ...
              Pada tahap pascabacaan para pembelajar diminta menulis kartu nama dari setiap pembelajar. Tugas itu dilengkapi penjelasan tentang informasi diri setiap pembelajar seperti yang telah dijelaskan di dalam kelas. Setelah dimulai dengan teks yang sangat sederhana seperti kartu nama selanjutnya dapat disajikan teks yang berasal dari “authentic materials” yang lain, seperti bon atau nota pembelian barang, daftar menu rumah makan, kartu undangan dan lain sebagainya. Teks-teks seperti itu mudah diidentifikasi bentuknya karena para pembelajar pernah memakai atau menjumpainya dalam kehidupan sehari-hari walaupun ditulis dalam bahasa yang berbeda. Dengan demikian para pembelajar akan tertarik dengan materi pelajaran itu dan keterlibatan pembelajar pada subjek yang sedang dipelajari dapat dipelihara.
              Untuk kelas menengah dan atas mulai disajikan teks dari “authentic materials” yang menuntut interpretasi makna kata-kata dan kalimat yang ada di dalam teks. Diasumsikan para pembelajar pada kelas menengah dan atas sudah menguasai sejumlah kata bahasa Indonesia sehingga kata-kata yang dikuasainya dapat dipakai sebagai modal untuk mengikuti pelajaran guna meningkatkan kemampuan bahasa Indonesia mereka. Berturut-turut dapat dipilih teks yang berasal dari bagian-bagian surat kabar, seperti iklan, berita keluarga; dan teks lain yang sederhana seperti surat, selebaran, pengumuman, dan seterusnya. Untuk kelas atas dapat dipilih teks yang berasal dari bagian-bagian majalah atau buku untuk dibahas isinya.
              sSetelah teks-teks itu dibahas di dalam kelas, para pembelajar baik di tingkat menengah atau atas diminta menulis karangan atau laporan yang berkaitan dengan teks itu. Tugas ini dapat dipakai sebagai acuan untuk mengetahui penguasaan bahasa Indonesia oleh para pembelajar dan perkembangan yang dialami selama mengikuti pelajaran. r

Daftar Pustaka
Cross, David. 1992. A Practical Handbook of Language Teach ing. New York: Prentice Hall.
Dale, Cone. 1969. Education Media. New York: Charles Merrill.
Donough, J.C. Shaw. 1993. Materials and Methods in ELT. Lon don: Blackwell.
Dubin, F, and D.E Eskey and W. Grabe. 1986. Teaching Second Language: Reading for Academic Purposes. Addison- Wesley Publishing Co. Inc.
Lado, Robert. 1985. “Memory Span as a Factor in Second Lan guage Learning,” dalam IRAL 3: 23-129.
Sudaryono. ( ...). Pemakaian “Autentic Materials” dalam Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. BIPA Volume I/5.

0 comments:

Post a Comment