Search This Blog

Sunday 8 May 2011

analisis perubahan bunyi pada pelafalan lagu anak-anak


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Semua manusia mempunyai kemampuan berbicara atau bertutur, kecuali bagi seseorang yang mempunyai “kekhususan” misalnya tuna wicara atau tuna rungu. Kemampuan berbicara atau bertutur ini diperolehnya secara berjenjang sesuai dengan tingkatan usianya yaitu sejak bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa. Setiap tingkatan tersebut biasanya memiliki kemampuan berbicara yang berbeda-beda, misalnya pada tingkatan anak-anak.
Anak-anak sering mengalami kegagalan dalam membunyikan perkataan dengan benar. Hal itu dapat kita lihat melalui ucapan anak itu pada saat ia menyanyikan sebuah lagu.
Untuk itu penulis akan melakukan penelitian terhadap sebuah lagu anak-anak yang berjudul ”Anak Baru” oleh Gita Callista, seorang anak yang berumur empat tahun.

1.2 Batasan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membatasi masalah agar mudah dipahami. Jadi, di dalamnya hanya membahas masalah mengenai transkripsi fonetis yang diucapkan oleh seorang anak berusia empat tahun yang bernama Gita Callista, transkripsi data yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (EYD) atau sering disebut dengan transkripsi ortografi., perubahan-perubahan bunyi yang dilakukan oleh anak tersebut, bunyi pengiring yang mengikuti bunyi utama yang ia hasilkan dan  faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.3 Rumusan Masalah
1) Bagaimana transkripsi fonetis lagu yang berjudul ”Anak Baru” yang di ucapkan oleh Gita Callista?
2) Bagaimana transkripsi data sesuai Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)?
3) Perubahan bunyi apa saja yang diucapkan  oleh Gita Callista dalam lagu yang berjudul ”Anak Baru” ?
4) Adakah bunyi pengiring yang dihasilkan saat bunyi utama di ucapkan?
5)  Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengucapan lirik lagu oleh Gita Callista?
1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai transkripsi fonetis lagu yang berjudul ”Anak Baru” yang di ucapkan oleh seorang anak yang berusia empat tahun, transkripsi data yang sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) atau transkripsi ortografi, perubahan-perubahan bunyi yang terjadi, bunyi pengiring yang menyertai bunyi utama, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar semua pihak dapat memahami dengan jelas mengenai bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh anak usia empat tahun.

1.6 Landasan Teori
Transkripsi fonetis adalah perekaman bunyi dalam bentuk lambang tulis. Lambang bunyi atau lambing fonetis yang dipakai adalah lambing bunyi yang di tetapkan oleh The International Phonethic Assosiation (IPA). Sedangkan transkripsi ortografi adalah transkripsi atau tulisan yang di buat untuk di gunakan secara umum di dalam masyarakat suatu bahasa. Di Indonesia, transkripsi ortografi ini harus sesuai dengan kaidan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). (Chaer, 2007; 112-114 )
Muhlish (2008; 42) mengatakan kasus pengucapan bunyi yang tidak sesuai dengan EYD memang sering sekali terjadi di masyarakat. Adapun jenis-jenis dari perubahan bunyi tersebut adalah Asimilasi, Disimilasi, Modifikasi Vokal, Netralisasi, Zeroisasi, Metatesis, Diftongisasi, Monoftongisasi, dan Anaptiksis.
  1. Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh darilingkungan.
  2. Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Te rdapat tiga jenis Zeroisasi, yaitu aferesis, apokop, dan sinkop.
  3. Monoftongisasi adalah perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi okal tunggal (monoftong).
  4. Anaptiksis adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan dua vokal tertentu di antara dua konsonan untuk memperlancar ucapan. Anaptiksis ini terbagi menjadi tiga jenis yakni protesis, apentesis dan paragog.

Bunyi pengiring adalah bunyi yang ikut serta muncul ketika bunyi utama dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh ikut sertanya alat ucap lain ketika alat ucap pembentuk bunyi utama di fungsikan.
Bunyi sertaan atau pengiring ini dapat di kelomokkan menjadi sembilan macam yakni Bunyi ajektif, bunyi klik, bunyi aspirasi, bunyi eksplosif, bunyi retrofliksi, bunyi labialisasi, bunyi palatalisasi, bunyi glotalisasi dan bunyi nasalisasi.
BAB II
ISI

1.   Deskripsi Data
Makalah ini mengambil data penelitian dari sebuah lagu anak-anak yang berjudul “Anak Baru” dan dinyanyikan oleh Gita Callista, seorang anak berusia empat tahun. Adapun data-data yang dapat diambil dari hasil penelitan yang penulis lakukan adalah mengenai lirik lagu yang dinyanyikan, transkripsi fonetis yang di ucapkan oleh Gita Callista dan transkripsi ortografisnya. Dimana data-data itu adalah sebagai berikut:
§ Lirik Lagu
Anak Baru
            Ada anak baru
Masuk ke sekolah
Pakai kacamata
Rambutnya ekor kuda
Siapa namanya?
Gita Callista
Dimana rumahnya?
Di jalan veteran
Nomor berapa?
Nomor delapan
Anak siapa?
Anak Bapak Iwan






  • Transkripsi Fonetis

No.
Kata
Transkripsi Fonetis
1
Ada
[?ada]
2
Anak
[?ana?]
3
Baru
[baru]
4
Masuk
[mashu?]
5
Ke
[kÓ™]
6
Sekolah 
[sÓ™kolah]
7
Pakai
[pake]
8
Kacamata
[kacamata]
9
Rambutnya
[rambUtña]
10
Ekor
[ekOr]
11
Kuda
[kuda]
12
Siapa
[sapa]
13
Namanya
[namaña]
14
Gita
[gita]
15
Callista
[kallista]
16
Dimana
[dimana]
17
Rumahnya
[rumahña]
18
Di jalan
[di jalan]
19
Veteran
[vertÓ™ran]
20
Nomor
[nomÓ™r]
21
Berapa
[bÓ™rapah]
22
Nomor
[nomÓ™r]
23
Delapan
[dÓ™lapan]
24
Anak
[?ana?]
25
Siapa?
[siyapa]
26
Anak
[?ana?]
27
Bapak
[bapa?]
28
Iwan
[iwan]

§  Transkripsi Ortografis

No.
Kata
Transkripsi ortografis
1
Ada
Ada
2
Anak
Anak
3
Baru
Baru
4
Masuk
Masuk
5
Ke
Ke
6
Sekolah
Sekolah
7
Pakai
Pakai
8
Kacamata
Kacamata
9
Rambutnya
Rambutnya
10
Ekor
Ekor
11
Kuda
Kuda
12
Siapa
Siapa
13
Namanya
Namanya
14
Gita
Gita
15
Callista
Callista
16
Dimana
Dimana
17
Rumahnya
Rumahnya
18
Di jalan
Di jalan
19
Veteran
Veteran
20
Nomor
Nomor
21
Berapa
Berapa
22
Nomor
Nomor
23
Delapan
Delapan
24
Anak
Anak
25
Siapa
Siapa
26
Anak
Anak
27
Bapak
Bapak
28
Iwan
Iwan

2. Analisis Data
Bunyi ujaran yang kita ucapkan dan kita dengar sebenarnya sangat banyak dan bermacam-macam. Pada umumnya kita dapat membedakan bunyi ujaran pria dan bunyi ujaran wanita, bunyi ujaran orang dewasa dengan anak-anak, bahkan kita sering dapat mengetahui siapa yang berbicara hanya dengan mendengar suaranya. Semua itu memperlihatkan bahwa bunyi ujaran yang yang diucapkan para penutur bahasa berbeda-beda.
Orang awam hanya pada umunya tidak mendengar pergeseran-pergeseran kecil dalam pengucapan bunyi ujarannya sendiri maupun bunyi ujaran orang lain. Ia dibiasakan hanya memperlihatkan perbedaan bunyi fungsional, yang dalam bahasanya penting untuk membedakan makna. Tetapi dalam penelitian ini, setelah kita melihat data-data yang ada, kita  dapat melihat bahwa dalam pengucapan lirik lagu “Anak Baru” yang dinyanyikan oleh Gita Callista terdapat beberapa perubahan bunyi, terjadinya bunyi pengiring yang dilakukannya serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.

A.        Perubahan Bunyi
Perubahan bunyi yang dilakukan oleh Gita Callista itu terdiri dari empat jenis, yakni Monoftongisasi, Anaptaksis, Netralisasi dan Zeroisasi.

§ Monoftongisasi
Peristiwa monoftongisasi terjadi pada kata pakai pada larik ke tiga, menjadi pake oleh Gita. Dimana hal itu ditandai oleh perubahan bunyi diftong ai pada posisi akhir kata menjadi monoftong [e], sehingga kata itu berubah dari kata pakai menjadi pake.

Pakai         >          Pake
      P /#_ _ _                P/#_ _ _
a / K-K                  a / K-K           
k/ V-V                   k/ V-V
ai/_ _ _#                e/_ _ _#
       Peristiwa penunggalan vokal ini memang banyak terjadi dalam bahasa indonesia. Tidak hanya dilakukan oleh anak-anak, tetapi orang dewasa juga sering melakukan perubahan bunyi tersebut. Hal itu biasanya dilakukan, dengan tujuan untuk memudahkan pengucapan bunyi-bunyi vokal rangkap (diftong)

§ Zeroisasi
Peristiwa zeroisasi yang di ucapkan oleh Gita terjadi pada kata siapa menjadi sapa. Dimana hal itu di tandai dengan menghilangnya bunyi fonemis [ i] pada tengah kata siapa menjadi kata sapa.
Siapa         >          Sapa
      S /#_ _ _                S/#_ _ _
i / K-V                   Ó¨/K-V
      a/ V-K                   a/ V-K
p/ V-V                   p/ V-V
a/_ _ _#                 a/_ _ _#
Karena penghilangan bunyi fonemisnya berada di tengah kata, maka peristiwa zeroisasi ini temasuk ke dalam jenis zeriosisai sinkop.

§   Netralisasi
Selain itu, terjadi pula peristiwa netralisasi. Dimana hal itu di lakukannya pada beberapa kata di dalam lagu tersebut, yakni pada kata Callista di larik ke enam serta pada kata nomor di larik ke sembilan dan ke sepuluh.
      Pada kata Callista di larik ke enam, Gita merubah bunyi [c] pada kata Callista menjadi bunyi [k] sehingga kata itu dibunyikannya menjadi kallista.


Callista      >          Kallista
      C /#_ _ _               C /#_ _ _                    
a / K-K                  a / K-K                       
      l/ V-K                    l/ V-K 
l/ K-V                    l/ K-V
       i/ K-K                   i/ K-K
  s/ V-K                   s/ V-K
  t/ K-V                      t/ K-V
  a/ _ _ _ #                 a/ _ _ _ #

Tidak hanya itu, netralisasi juga terjadi pada kata nomor di larik ke sembilan dan ke sepuluh menjadi nomÓ™r. Dimana dalam kasus ini terjadi perubahan bunyi [o] menjadi bunyi [e].
Nomor       >          Nomer
      N /#_ _ _               N/#_ _ _
o / K-K                  o/ K-K
      m/ V-V                  m/ V-V           
o/ K-K                   Ó™/ K-K
r/_ _ _#                  r/_ _ _#
      Perubahan-perubahan bunyi tersebut dilakukannya sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya yang sering melapalkan bunyi [c] menjadi [k]. Serta dilingkungan tempat tinggalnya, sering menyebut kata nomor menjadi nomÓ™r, karena di pengaruhi oleh bahasa sehari-harinya yang menggunakan bahasa sunda. Dimana kata nomor dalam bahasa indonesia hampir sama dengan kata ”nomÓ™r” dalam bahasa sunda, dan keduanya memiliki makna yang sama.

  • Anaptiksis
Perubahan bunyi anaptiksis terjadi pada kata vetÓ™ran di larik ke delapan menjadi VertÓ™ran. Selain itu, Anaptiksis juga terjadi pada kata berapa di larik ke sembilan menjadi berapah.

Dalam masalah pertama, terjadi perubahan bunyi vetÓ™ran dengan jalan menambahkan bunyi konsonan [r] pada tengah kata vetÓ™ran. Adapun perbuhan bunyi anaptiksis ini tergolong kedalam jenis anaptiksis epentesis karena proses pembubuhan bunyinya terjadi pada tengah kata.
VetÓ™ran     >          VertÓ™ran
      V /#_ _ _               V/#_ _ _
e / K-K                  e/ K-K
      t/ V-V                    r/ V-K
Ó™/ K-K                   t/ K-V 
r/ V-V                    Ó™/ K-K
a/ K-K                   r/ V-V
      n/ _ _ _ #               a/ K-K
                                n/ _ _ _ #
            Pada masalah ke dua, terjadi perubahan bunyi berapa menjadi berapah. Hal itu di karenakan, terjadinya penambahan bunyi konsonan [h] pada akhir kata bÓ™rapa. Peristiwa ini dapat di golongkan ke dalam jenis peristiwa anaptiksis paragog, karena pembubuhan bunyinya dilakukan pada akhir kata.
           
Brapa         >          Berapah
      B/#_ _ _                B/#_ _ _
Ó™/ K-K                   Ó™/ K-K
      r/ V-V                    r/ V-V 
a/ K-K                   a/ K-K
      p/ V-V                   p/ V-V
a/_ _ _#                 a/ K-K
                                    h/_ _ _#





B.             Bunyi Pengiring.
Dalam menyanyikan lirik lagu “Anak Baru”, terdengar dalam beberapa kata Gita mengucapkan bunyi utamanya diiringi oleh bunyi pengiring. Bunyi pengiring itu timbul pada saat ia membunyikan bunyi utama dalam kata masuk dan sekolah, sehingga kedua kata itu terdengar menjadi mashuk dan shekolah.
Bunyi pengiring [h] pada pelafalan kedua kata tersebut, termasuk kedalam kelompok bunyi aspirasi. Dimana bunyi itu dihasilkan sebagai akibat arus udara yang keluar lewat mulutnya terlalu keras.
            Bunyi pengiring ini terkadang terjadi secara ilmiah oleh seseorang, termasuk Gita. Sebagai akibat adanya keikutsertaan alat-alat ucap lain, ketika alat ucap pertama dibunyikan. Adapun kemungkinan lain terjadinya bunyi pengiring ini adalah Gita kesulitan membunyikan bunyi [s], sehingga ia menumpuh jalan dengan menyisipkan bunyi [h] dibelakangnya, agar bunyi [s] tersebut dapat mudah ia ucapkan. Mengingat bunyi [s] itu memang lebih sukar untuk di ucapkan disbanding dengan bunyi [m].

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.         
            Sesungguhnya kesalahan pengucapan bunyi yang dilakukan oleh Gita itu dapat hilang, setelah ia menempuh beberapa tahap perkembangan bahasa, dan tahap perkembangan bahasa itu dapat berjalan seiring dengan usianya yang  bertambah..
Setiap orang memang mengalami perkembangan bahasa secara berbeda-beda, termasuk Gita. Hal itu terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
a)      Faktor Biologi
Beberapa aspek yang penting dalam membahas faktor biologis yang menentukan perkembangan bahasa diantaranya : evolusi biologis, ikatan biologis, peranan otak, bahasa binatang dan masa kritis belajar bahasa.


1)      Evolusi Biologis
Santrock dan Yussen (1992) menegaskan bahwa anak-anak manusia dilahirkan tidak seperti burung yang datang ke dunia secara biologis sudah siap menyanyikan lagu-lagu sesuai jenisnya.
Para ahli percaya bahwa evolusi biologis membentuk manusia ke dalam makhluk linguistik. Berkenaan dengan evolusi biologis, otak, sistem syaraf dan sistem vokal berubah selama beratus-ratus ribu tahun. Diperkirakan manusia mendapat bahasa bervariasi selama beribu-ribu tahun yang lalu dari sekitar 20.000 sampai 70.000 tahun yang lalu, kemudian bahasa adalah suatu pemerolehan yang selalu baru terjadi.
2)      Ikatan Biologis
Linguist Noam Chomsky (Santrock and Yussen; 1992) percaya bahwa manusia itu terikat secara biologis untuk belajar bahasa pada suatu waktu tertentu dan dengan cara tertentu pula. Selanjutnya ditegaskan bahwa anak-anak itu dilahirkan ke dunia dilengkapi dengan alat pemerolehan bahasa (Language Acquisition Device = LAD) yaitu ikatan biologis yang memungkinkan anak mendeteksi kategori bahasa tertentu. LAD adalah suatu kemampuan gramatikal yang dibawa sejak lahir yang mendasari semua bahasa manusia.
3)      Peranan Otak Dalam Perkembangan Bahasa
Berdasarkan hasil penelitian Grazzaniaga dan Sepry (Santrock and Yussen; 1992) bahwa proses bahasa itu dikontrol oleh belahan otak bagian kiri. Berdasarkan hasil studi bahasa pada individu yang mengalami gangguan pada otaknya telah diidentifikasikan pada dua bidang belahan otak kiri yang mengalami kondisi kritis.
4)      Apakah Binatang Memiliki Bahasa
Peranan bahasa dalam evaluasi manusia telah berhasil merangsang para ahli psikologi memikirkan tentang kemungkinan binatang memiliki bahasa. Pada kenyataan tidaklah diragukan bahwa beberapa spesies binatang mempunyai sistem komunikasi yang menakjubkan dan sederhana. Komunikasinya adalah adaftif dalam memberikan tanda bahaya, makanan dan kebutuhan seksual

5)      Periode Krisis Belajar Bahasa
Berdasarkan pengalaman Henry Kissinger bahwa masa yang sangat peka untuk belajar dan mengembangkan fonologi dan dialek adalah pada sebelum usia 12 tahun.
Berdasarkan hasil temuan-temuan bahwa bahasa harus digerakkan melalui belajar dan waktu yang efektif untuk pengembangan bahasa adalah pada usia dini

b) Faktor Sosiokultural dan Lingkungan
Peranan biologis dalam perkembangan bahasa memang sangat kuat, tetapi aspek yang sangat penting dalam pengembangan bahasa manusia pengaruh dari lingkungan. Karena dari lingkungan itu seseorang dapat mengembangkan tentang kemampuan bahasanya. Tetapi perkembangan bahasanya itu pun disesuaikan dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungannya.

BAB III
KESIMPULAN

Dalam lagu yang berjudul “Anak Baru” dan dinyanyikan oleh anak berusia empat tahun yaitu Gita Callista, terjadi empat macam perubahan bunyi yakni Monoftongisasi, Zeroisasi, Netralisasi dan Anaptiksis. Namun perubahan-perubahannya bunyi yang ia lakukan masih tergolong dalam lingkup perubahan fonetis, karena perubahan yang ia lakukan tidak sampai membedakan makna atau mengubah identitas fonem. Maka bunyi-bunyi tersebut masih merupakan alofon atau varian bunyi dari fonem yang sama.
Selain itu, bunyi pengiring yang terdengar dalam lagu, semata-mata hanyalah  cara yang ia tempuh agar mempermudah ia dalam mengucapkan bunyi [s].
Jadi, kesalahan pengucapan bunyi yang dilakukan oleh Gita masih dalam batas kewajaran, mengingat usianya yang baru empat tahun. Dimana pada usia tersebut kemampuan sistem tuturnya masih belum sempurna serta pengetahuan bahasanya masih dipengaruhi oleh lingkungan yang berada di sekitarnya.



1 comments: