Pemetik Air Mata
(Sebuah Gambaran Ketidakberdayaan Perempuan)
Oleh
Ita Sartika
Pemetik air mata merupakan sebuah kisah yang bercerita tentang seorang perempuan yang bernama Sandra. Ia lahir dari seorang wanita yang memiliki pekerjaan sebagai wanita tuna susila atau yang sering kita sebut sebagai pelacur. Ibunya memang bekerja dengan menjual kemolekan tubuhnya, tetapi dibalik itu semua sesungguhnya ia sangat rapuh, hal itu terlihat dari seringnya ia menangis secara diam-diam di malam hari. Oleh karena itu, dulu sewaktu Sandra masih kecil, ia selalu berharap agar peri-peri pemetik air mata itu muncul untuk memetik kesedihan yang dialami oleh ibunya. Hanya saja, dikarenakan peri-peri itu tidak kunjung datang disetiap harapannya, maka kini ia tidak percaya lagi akan cerita mengenai peri-peri tersebut.
Lain halnya dengan anak semata wayangnya, Bita. Ia percaya akan cerita peri-peri pemetik air mata itu. Bahkan Sandra juga mendengar cerita tentang pencuri sarang walet yang menemukan koloni peri dan membawa sekarung kristal air mata yang kemudian dijualnya secara eceran dari anaknya itu. Bita adalah anak perempuan dari suami yang telah menjadikannya sebagai istri simpanan sekarang ini. Ia memang tidak pernah menginginkan dijadikan sebagai istri simpanan, lagipula tidak ada seorang pun perempuan di dunia ini yang ingin dijadikan sebagai istri simpanan, tapi apa daya dia sudah terlanjur cinta dan bagaimanapun suaminya memang laki-laki penuh perhatian yang pernah dikenalnya. Selain itu dia juga merasa lebih beruntung dari ibunya yang hanya seorang pelacur yang digerogoti penyakit kelamin saat tua dan ditemukan mati tergorok di losemen murahan.
Berdasarkan sinopsis di atas, jelas terlihat sekali adanya ketidakberdayaan perempuan dalam menghadapi berbagai masalah yang ada di dunia ini. Sehingga mereka mengambil jalan singkat untuk menghadapi masalah yang mereka alami itu. Dimana dalam cerpen pemetik air mata ini ketidakberdayaan tersebut dialami oleh dua tokoh wanita yakni Sandra dan mamahnya. Sandra tidakberdaya dalam menghadapi masalah percintaan, ia mencintai laki-laki yang telah beristri, karena ia tidak bedaya dalam menghadapi masalahnya itu maka ia mengambil jalan singkat rela dijadikan istri simpanan oleh laki-laki yang dicintainya. sedangkan Mamahnya tidak berdaya dalam menghadapi masalah keungan, sehingga ia mengambil jalan singkat dengan menjual kemolekan tubuhnya untuk mendapatkan uang. Berdasarkan hal tersebut, cerpen ‘Pemetik Air Mata” ini sangat cocok dikaji dengan menggunakan kajian sastra feminisme, yang mana kajian ini menitikberatkan pada citraan serta streotipe wanita dalam karya sastra.
Arti sederhana kajian sastra feminis adalah pengkaji memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita. Jenis kelamin inilah yang membuat perbedaan di antara semuanya yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada faktor luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang (Sugihastuti, 2005: 5).
Kajian ini meletakkan dasar bahwa ada gender dalam kategori analisis sastra, suatu kategori yang fundamental. Adapun inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. (Djajanegara, 2000:4).
Sugihastuti (2005:15-16) mengemukakan bahwa dasar pemikiran dalam penelitian sastra berperspektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra.
Pertama, kedudukan dan peran para tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia menunjukkan masih didominasi oleh laki-laki. Kedua, dari resepsi pembaca karya sastra Indonesia, secara sepintas terlihat bahwa para tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia tertinggal dari laki-laki, Keempat, penelitian sastra Indonesia telah melahirkan banyak perubahan analisis dan metodologinya, salah satunya adalah penelitian sastra yang berperspektif feminis. Kelima, lebih dari itu, banyak pembaca yang menganggap bahwa peran dan kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki seperti nyata diresepsi dari karya sastra Indonesia.
Berdasarkan dasar pemikiran di atas, langkah mengkaji prosa fiksi berdasarkan feminis dalam penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan berbagai isu sekaitan dengan perempuan dalam perspektif feminis berdasarkan kenyataan teks. Meliputi mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita di dalam sebuah karya, kita mencari kedudukan tokoh-tokoh itu di dalam masyarakat. Lebih lanjut, kita dapat mengetahui perilaku serta watak tokoh perempuan dari gambaran yang langsung diberikan penulis. Kemudian kita perhatikan pendirian serta ucapan tokoh wanita yang bersangkutan.
Langkah kedua adalah meneliti tokoh lain, terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang kita amati. Langkah terakhir adalah mengamati sikap penulis karya yang sedang dikaji. Sebelum ketiga tahap itu dilakukan, terlebih dahulu penulis akan mendeskripsikan unsur-unsur pembentuk karya sastra ini.
Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah prosa fiksi dibagi menjadi dua jenis yakni unsur intrinsik dan eksrinsik. Unsur intrinsik yang terdapat dalam sebuah prosa fiksi diantaranya adalah tema, alur/pengaluran, setting/latar, sudut pandang, amanat serta tokoh dan penokohan. Sedangkan unsur ekstrinsiknya meliputi nilai-nilai apa saja yang dapat diambil setelah membaca karya tersebut.
Tema dari cerpen ”Pemetik air Mata’ adalah ketidakberdayaan perempuan, hal ini dapat kita simpulkan karena permasalahan yang mendasari cerpen ini adalah ketidakmampuan wanita dalam menghadapi masalah yang dialaminya. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut:
”Kamu menyenangkan sekali malam ini,” desah laki-laki itu tersengal, setelah lenguh panjang dan berbaring lemas memeluk Sandra.
”Makanya kamu nginep saja malam ini. Biar besok sekalian ngajak Bita jalan-jalan.”
Ketika laki-laki itu hanya diam, Sandra tahu kalau ia telah meminta yang tak mungkin laki-laki itu penuhi. Selama ini mereka memang sepakat, Sandralah yang akan mengurus Bita. Mengantar jemput ke sekolah. Menemani jalan-jalan atau pergi makan. Dan Sandra selalu mengatakan ”Papamu sibuk…” setiap kali Bita bertanya kenapa Papa enggak pernah ikut?
Sandra tahu malam ini laki-laki itu pun harus pergi. Sandra sudah terbiasa dengan pertemuan-pertemuan yang cuma sebentar seperti ini. Tapi ketika selepas jam 2 dini hari Sandra mendengar derum mobil laki-laki itu keluar rumahnya, ia benar-benar tak kuasa menahan air matanya. Dulu, saat ia seusia Bita, Sandra selalu pura-pura tertidur ketika ada laki-laki keluar masuk rumahnya. Apakah Bita kini juga pura-pura tak mendengar suara mobil itu pergi?(Paragraf ke-19)
Adapun alur cerpen ini dimulai dari penceritaan mengenai seorang pencuri sarang walet yang menemukan koloni peri-peri pemetik air mata yang kemudian menjualnya dipinggiran jalan, pendeskripsian karakter mamahnya serta penggambaran kehidupan Sandra semasa kecil dalam ingatannya, penceritaan tentang asal mula terciptanya para peri pemetik air mata (masih di dalam ingatannya), tumbuhnya ketidakpercayaan Sandra akan cerita peri-peri pemetik air mata karena disetiap harapannya peri-peri itu tidak jua datang untuk menghapus kesedihan yang dialami oleh mamahnya, penggambaran tentang betapa percayanya Bita (anak semata wayang Sandra) akan cerita tentang peri-peri pemetik air mata, Pendeskripsian fisik sosok suami yang dicintai Sandra, penolakan permintaan Bita untuk berjalan-jalan dengan papahnya serta pendeskripsian tentang hidup yang dialami oleh Sandra kini sebagai istri simpanan, dan yang terakhir harapan Sandra agar hidup yang dijalaninya kini akan selalu berjalan baik serta harapannya akan kemunculan peri-peri pemetik air mata untuk memetik kesedihan yang dirasakannya kini.
Terdapat tiga jenis latar yang membangunnya yakni latar tempat, latar waktu dan latar suasana. Pertama, latar tempat yang terdapat dalam cerpen “Pemetik Air Mata” diantaranya adalah dunia, ceruk gua-gua purba, pinggiran dan perempatan jalan, rumah, surga, sebuah kafe dan losmen murahan. Kedua, latar waktu yang terdapat dalam cerpen ini hanyalah malam hari. Ketiga, latar suasana yang membangun cerpen ini adalah suasana kesedihan, seperti yang tergambar dalam kutipan berikut ini:
“Setiap kali mendapati Mamanya menangis, Sandra pun berharap peri-peri pemetik air mata itu muncul. Ia tahu peri-peri itu bisa menghapus kesedihan dari mata Mamanya. Tapi Sandra tak pernah melihat peri itu muncul, dan Mamanya terus terisak menahan tangis, sembari kadang-kadang memeluk dan dengan lembut menciumi Sandra yang pura-pura tertidur pulas…”(paragraph ke-7)
Sudut pandang pengarang dalam cerpen ini adalah sebagai orang ketiga yang serba tahu. Sedangkan amanat yang ingin disampaikan pengarang adalah bahwa seorang perempuan harus kuat dalam menghadapi setiap masalah yang harus dihadapinya dan setiap manusia harus menjadikan hidupnya lebih baik dari sebelumnya.
Terdapat enam tokoh di dalam cerpen “Pemetik Air mata’ yakni Sandra, Mamah Sandra, Bita, Suami Sandra, papah Sandra, para laki-laki, pencuri sarang walet, peri-peri pemetik air mata dan para pedagang. Di dalam cerpen ini juga terdapat sebuah nilai yang bisa dipetik yakni nilai social, dimana ternyata di dunia ini terdapat beberapa golongan masyarakat yakni khususnya perempuan yang berstatuskan pelacur atau istri simpanan, status seperti itu oleh masyarakat dipandang sebelah mata selama ini, tetapi sesungguhnya apabila dilihat lebih dalam ternyata mereka melakukan hal seperti itu bukan atas kemauan mereka sendiri tetapi mereka tidak memiliki pilihan lain. Nilai tersebutlah yang sesungguhnya ingin pengarang sampaikan dalam cerpen “Pemetik Air Mata”, Hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut:
“…..Tidak. Tidak. Sandra tidak ingin seperti Mamanya. Bahkan Sandra tahu kalau Mamanya tak pernah menginginkan ia menjadi seperti Mamanya. Sandra selalu ingat, dulu, di saat-saat Mamanya begitu tampak mencintainya, perempuan itu selalu mendekapnya erat-erat sembari sesekali berbisik terisak, ”Berjanjilah pada Mama, kamu akan menjadi wanita baik-baik, Sandra.”…..”(paragraph ke-17)
Setelah kita mendeskripsikan unsur-unsur yang membangunnya, langkah pertama yang kita lakukan dalam mengkaji secara feminis yakni mendeskripsikan berbagai isu sekaitan dengan perempuan dalam perspektif feminis berdasarkan kenyataan teks. Didalam cerpen ini terdapat dua tokoh wanita yakni Sandra dan Mamahnya. Sandra berperan sebagai pemeran utama karena ia merupakan tokoh sentral cerita ini, dia digambarkan sebagai seorang perempuan yang lahir dari seorang ayah yang entah tau dimana keberadaannya, sedangkan Mamahnya dari ucapannya pun kita bisa melihat bahwa ia memiliki tabiat yang kurang baik dan dari pendeskripsian pengarang pun dapat kita ketahui bahwa ia merupakan seorang pelacur.
“Suara Mama memang nyaris selalu membentak. Pernah sekali Sastra bertanya soal Papanya, tetapi ia langsung disemprot mulutnya yang berbau alkohol, ”Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!” Meski begitu Sandra tahu kalau sesungguhnya perempuan itu menyayanginya.”(Paragraf ke-8)
Sandra tumbuh dalam lingkungan yang tidak sehat, dikarenakan mamahnya yang seorng pelacur maka keluar masuk laki-laki dari rumahnya pun sudah menjadi makanan sehari-hari. Pada saat masih kecil, ia pernah dipindahkan pelan-pelan ke kolong ranjang oleh Mamanya karena mengira ia sudah tertidur, padahal ia bisa mendengar suara lenguh Mamanya dan laki-laki itu di atas ranjang. Juga suara dengus sebal Mamanya ketika akhirnya laki-laki itu mendengkur keras sekali. Mendengar hal-hal seperti itu tentulah setiap anak di dunia ini akan menangis, Sandra pun menangis pelan, dan disela tangisannya itu ia berharap peri-peri pemetik air mata datang, tetapi peri-peri itu tak jua datang. Beranjak dewasa Sandra bekerja sebagai penyanyi di sebuah kafe, dan di kafe itulah ia bertemu dengan laki-laki yang kini menjadi suaminya, hingga akhirnya pernikahan mereka itu dianugrahi seorang anak yang bernama Bita. Cintanya terhadap laki-laki itu amatlah besar, ia tidak berdaya untuk melawannya sehingga ia bersedia untuk dijadikan sebagai istri simpanan dan segala tanggung jawab dalam pengurusan Bita. Dalam menjalani hidupnya kini ia mencoba untuk tegar, hal ini tercermin dalam kutipan berikut:
“Ketika laki-laki itu hanya diam, Sandra tahu kalau ia telah meminta yang tak mungkin laki-laki itu penuhi. Selama ini mereka memang sepakat, Sandralah yang akan mengurus Bita. Mengantar jemput ke sekolah. Menemani jalan-jalan atau pergi makan. Dan Sandra selalu mengatakan ”Papamu sibuk…” setiap kali Bita bertanya kenapa Papa enggak pernah ikut?”(Paragraf ke-20)
Walau ibunya seorang pelacur dan ia sering mengalami keadaan-keadaan yang tidak sepantasnya dialami oleh seorang anak-anak, Sandra tidak lantas menjadi seorang anak yang nakal. Justru ia bertekad untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dari Mamahnya, hal itu mencerminkan bahwa Sandra memiliki pendirian yang kokoh. Meski bagitu, disisi lain ia juga memiliki hati yang rapuh dan sangat menyayagi Mamahnya.
“Dulu, semasa kanak, setiap kali melihat Mamanya diam-diam menangis, Sandra selalu berharap peri-peri pemetik air mata itu muncul. Mamanya memang sering menangis terisak malam-malam. Ia pun selalu menangis bila melihat Mamanya menangis. Tapi Sandra berusaha menahan tangisnya karena Mamanya pasti akan langsung membentak bila tahu ia menangis. ”Jangan cengeng anak setan!”(Paragraf ke-7)
Dari pendeskripsian oleh pengarang, kita bias mengetahui bahwa Sandra tumbuh menjadi wanita yang baik dan tidak tumubh menjadi wanita yang gampangan, hal itu terdapat dalam kutipan berikut:
“Sandra merasa hidupnya jauh lebih beruntung dari hidup Mamanya karena punya suami yang mencukupi hidupnya. Bagaimana pun suaminya memang laki-laki penuh perhatian yang pernah dikenalnya. Setidaknya dibanding puluhan laki-laki yang hanya iseng terhadapnya”(Paragraf ke-18)
Mamah Sandra memiliki pekerjaan sebagai seorang pelacur sehingga hal itu berakibat pada pendeskripsian yang pengarang berikan. Sosok Mamah dideskripsikan sebagai seorang yang memiliki tabiat tidak baik, sering berkata kasar, dan sering mabuk-mabukan. Akan tetapi dibalik itu semua ia sangat menyayangi Sandra.
Ia pun selalu menangis bila melihat Mamanya menangis. Tapi Sandra berusaha menahan tangisnya karena Mamanya pasti akan langsung membentak bila tahu ia menangis. ”Jangan cengeng anak setan!” Kadang teriakan itu disertai lembaran kaleng bir yang segera bergemerontangan di lantai yang penuh puntung dan debu rokok. Rumahnya memang selalu berantakan. Selalu ada pakaian dalam Mamanya yang berceceran begitu saja di lantai. Tumpahan bir di meja, bercak-bercak sisa muntahan di pojokan, botol-botol minuman yang menggelinding ke mana-mana. Kasur yang selalu melorot seprainya. Bantal- bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus- menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah.(Paragraf ke-7)
Tokoh mamah bekerja sebagai pelacur untuk menghidupi kehidupan mereka karena suaminya telah meninggalkan mereka berdua. Akan tetapi dibalik itu ia menyimpan sebuah penyasalan dan kesedihan dalam menghadapi kehidupan yang ia jalani ini. Hanya saja ia tidak berdaya dan tidak memilki pilihan lain, sehingga ia tetap melakukan pekerjaan tersebut. Sampai akhirnya ia ditemukan meninggal tergorok di losemen murahan. Sebelum meninggal ia berpesan kepada Sandra agar ia menjadi wanita baik-baik tidak seperti dirinya kini. Setiap ibu memang selalu mengharapkan yang terbaik bagi anaknya.
Terdapat dua isu sekaitan dengan perempuan yang diangkat dalam cerpen ini, yakni isu mengenai wanita tuna susila atau pelacur serta isu tentang istri simpanan. Dimana kedua isu tersebut merupakan salah satu contoh dari fenomena masyarakat yang diangkat oleh kaum feminis. Adapun Donna J Haraway, seorang kritikus feminis yang memiliki sudut pandang dan argumentasi yang berbeda, berpendapat bahwa sepanjang abad sejarah manusia telah didominasi dunia laki-laki dimana kaum perempuan menjadi objek seksual (Ratna, 2004:202). Tetapi dalam pandangan masyarakat selama ini kedua isu tersebut dinilai negative terutama bagi pihak perempuan sedangkan laki-laki tidak dinilai senegatife perempuan.. Untuk lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan hal-hal yang berkaitan dengan kedua kasus tersebut.
Pelacuran adalah salah satu penyakit masyarakat yang mempunyai sejarah yang panjang (sejak adanya kehidupan manusia telah diatur oleh norma-norma perkawinan, sudah ada pelacuran sebagai salah satu penyimpangan dari pada norma-norma perkawinan tersebut) dan tidak ada habis-habisnya yang terdapat di semua negara di dunia. Sejak dahulu yang dianggap paling hina dalam kegiatan pelacuran itu selalu wanita sedangkan laki-laki yang membeli jasa perempuan tersebut tidak pernah dianggap seperti itu. Tidak cukup dengan label wanita hina tetapi seorang pelacur juga identik dengan wanita nakal. Dalam cerpen Pemetik Air Mata ini pun sang pengarang menggambarkan sosok Mamah Sandra yang seorang pelacur itu bersifat nakal dan hina.
Ia pun selalu menangis bila melihat Mamanya menangis. Tapi Sandra berusaha menahan tangisnya karena Mamanya pasti akan langsung membentak bila tahu ia menangis. ”Jangan cengeng anak setan!” Kadang teriakan itu disertai lembaran kaleng bir yang segera bergemerontangan di lantai yang penuh puntung dan debu rokok. Rumahnya memang selalu berantakan. Selalu ada pakaian dalam Mamanya yang berceceran begitu saja di lantai. Tumpahan bir di meja, bercak-bercak sisa muntahan di pojokan, botol-botol minuman yang menggelinding ke mana-mana.(Paragraf ke-7)
Memang Norma-norma sosial jelas mengharamkan pelacuran bahkan sudah ada UU mengenai praktek prostitusi atau pelacuran yang ditinjau dari segi Yuridis dalam KUHP yaitu mereka menyediakan sarana tempat persetubuhan (pasal 296 KUHP), mereka yang mencarikan pelanggaran bagi pelacur (pasal 506 KUHP), dan mereka yang menjual eprempuan dan laki-klaki di bawah umur untuk dijadikan pelacur (pasal 297 KUHP). Dunia kesehatan juga menunjukkan dan memperingatkan bahaya penyakit kelamin yang mengerikan seperti HIV / AIDS akibat adanya pelacuran di tengah masyarakat.
Apalagi dalam agama Islam, prostitusi atau pelacuran merupakan salah satu perbuatan zina dan zina hukumnya haram dan termasuk kategori dosa besar. Ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang hukuman bagi orang yang berzina yaitu para pezina yang masih bujang di hukum cambuk delapan puluh kali (An-Nur : 4) dan “yang sudah menikah dilempari batu 100 kali, alias mati. Nabi Muhammad SAW bersabda “Tidak halal darah bagi seorang muslim yang bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah Rasulnya, kecuali disebabkan oleh salah satu dari tiga hal : orang yang sudah menikah berzina, membunuh orang, meninggalkan agamanya serta memisahkan dari jamaah”. Prostitusi atau pelacuran ditinjau dari sudut manapun merupakan suatu kegiatan yang berdampak tidak baik (negatif). Bahkan dari aspek kewanitaan pun, prostitusi merupakan kegiatan merendahkan martabat wanita. Tetapi dalam cerpen Pemetik Air mata ini pengarang ingin menyampaikan sesuatu yang lain dibalik seorang pelacur.
Secara nalar sulit kita bayangkan ada orang yang ingin hidup untuk menjadi pelacur, sama saja ia ingin hidup secara hina. Kalau toh ada, orang itu benar-benar tidak normal dan sudah hilang kewarasannya. Mesti ada sebab-sebab lain yang mendorong seseorang itu melacur. Seperti halnya tokoh Mamah Sandra dalam cerpen ini, ia tidak memilki pilihan lain selain melacur untuk menghidupi anak semata wayangnya, Sandra.
Suara Mama memang nyaris selalu membentak. Pernah sekali Sandrra bertanya soal Papanya, tetapi ia langsung disemprot mulutnya yang berbau alkohol, ”Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!” Meski begitu Sandra tahu kalau sesungguhnya perempuan itu menyayanginya. (Paragraf ke-8)
Dari pernyataan Mamahnya diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Sandra tidak memiliki seorang papah dan kita dapat menduga kalau papahnya pergi meninggalkannya sejak kecil. Sehingga mamah Sandra berjuang menghidupi anaknya itu dengan menjadi seorang pelacur. Meski begitu, pada diri mamahnya tergambar sebuah kesedihan yang mendalam akan perbuatan yang ia jalani ini dan ia pun menganggap dirinya sendiri hina sehingga ia berpesan kepada anaknya agar anaknya itu tumbuh menjadi wanita baik-baik.
Tidak. Tidak. Sandra tidak ingin seperti Mamanya. Bahkan Sandra tahu kalau Mamanya tak pernah menginginkan ia menjadi seperti Mamanya. Sandra selalu ingat, dulu, di saat-saat Mamanya begitu tampak mencintainya, perempuan itu selalu mendekapnya erat-erat sembari sesekali berbisik terisak, ”Berjanjilah pada Mama, kamu akan menjadi wanita baik-baik, Sandra.”(Paragraf ke-17)
Pandangan akan hinanya seorang pelacur pun tampak pada pemikiran Sandra yang tak ingin seperti mamahnya dan ia pun merasa lebih beruntung karena memiliki seorang suami.
Sandra memang tak ingin nasibnya berakhir celaka seperti Mamanya: digeroti penyakit kelamin saat tua dan ditemukan mati tergorok di losmen murahan.(Paragraf ke-16)
Dalam cerpen ini pun diisyaratkan salah satu dampak dari pelacuran yaitu akan terkena penyakit kelamin dan hal itu terjadi pada akhir hidup mamah Sandra.
Isu ke dua sekitar wanita yang terdapat dalam cerpen ini adalah isu sekitar wanita yang menjadi istri simpanan. Istri simpanan merupakan seorang yang ditikahi hanya menurut agama saja tetapi tidak terdaftar di lembaga Negara. Islam memang memperbolehkan nikah siri karena secara moral sipelaku yang jelas beragama islam akan memahami segala konsekuensinya pihak laki-laki berkewajiban memberikan rejeki, melindungi istrinya dan lain-lain. Pihak perempuan berkewajiban seperti umumnya pada pernikahan resmi. Tetapi dalam cerpen “Pemetik Air Mata” ini terjadi penyelewengan dalam hal pelaksanaan nikah siri.
Dalam cerpen ini yang menjadi symbol dari seorang istri simpanan itu bernama Sandra. Walau begitu, Sandra merasa beruntung karena kehidupannya lebih baik dari Mamahnya yang hanya seorang pelacur. Ya, setidaknya ia memiliki seorang suami.
Sandra merasa hidupnya jauh lebih beruntung dari hidup Mamanya karena punya suami yang mencukupi hidupnya. Bagaimana pun suaminya memang laki-laki penuh perhatian yang pernah dikenalnya. Setidaknya dibanding puluhan laki-laki yang hanya iseng terhadapnya.(Paragraf ke-18)
Hanya saja pernikahannya ini dilakukan tanpa persetujuan istri pertamanya, sehingga seluruh tanggung jawab dalam mendidik Bita diserahkan kepadanya. Bahkan suaminya itu jarang sekali tinggal seharian di rumahnya dan selalu pulang pada tengah malam. Ia juga tidak pernah mengajak Bita jalan-jalan. Memang hal tersebut tidaklah adil, tetapi apa daya ia tidak kuasa untuk menghadapi masalah cintanya. Ia terlalu mencintai suaminya.
Sandra tahu malam ini laki-laki itu pun harus pergi. Sandra sudah terbiasa dengan pertemuan-pertemuan yang cuma sebentar seperti ini. Tapi ketika selepas jam 2 dini hari Sandra mendengar derum mobil laki-laki itu keluar rumahnya, ia benar-benar tak kuasa menahan air matanya.(Paragraf ke-21)
Dari kutipan diatas pun kita dapat melihat sebuah perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan ketidakberanian seorang laki-laki, sehingga ia melimpahkan semuanya itu pada pihak perempuan. Kita dapat menafsirkan jika suami Sandra tidak berani untuk mengakui pada istri pertamanya bahwa ia sudah menikah sehingga ia selalu dating diam-diam dan pulang pada tengah malam. Kemudian laki-laki itu melimpahkan tanggung jawab untuk mengurus anaknya itu kepada Sandra. Seolah-olah ia hanya ingin mendapatkan kesenangan saja. Fenomena tersebut adalah salah satu fenomena yang ditentang oleh kaum feminis. Ratna (2004:191) berpendapat bahwa kaum feminis tidak menyetujui adanya anggapan yang menyatakan bahwa karena memiliki kekuatan maka laki-laki cenderung untuk menaklukkan, mengadakan ekspansi dan bersifat agresif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kaum feminis tidak menyutujui kedua isu yang terdapat dalam cerpen “Pemetik Air Mata” ini karena dalam cerpen ini digambarkan bahwa seorang laki-laki memiliki kekuatan baik itu dari segi material ataupun kekuatan lainnya sehingga ia menaklukan, mengadakan ekspansi serta bersifat agresif.
”Kamu menyenangkan sekali malam ini,” desah laki-laki itu tersengal, setelah lenguh panjang dan berbaring lemas memeluk Sandra.
”Makanya kamu nginep saja malam ini. Biar besok sekalian ngajak Bita jalan-jalan.”
Ketika laki-laki itu hanya diam, Sandra tahu kalau ia telah meminta yang tak mungkin laki-laki itu penuhi. Selama ini mereka memang sepakat, Sandralah yang akan mengurus Bita. Mengantar jemput ke sekolah. Menemani jalan-jalan atau pergi makan. Dan Sandra selalu mengatakan ”Papamu sibuk…” setiap kali Bita bertanya kenapa Papa enggak pernah ikut? (Paragraf ke-19)
Kedua isu tersebut pengarang cerpen ini yakni Agus Noor tonjolkan karena memang hal-hal itu sering terjadi di kehidupan nyata. Ya, perempaunlah yang selalu menjadi korban. Akan tetapi banyak sekali masyarakat yang menilai negative hanya kepada mereka saja sedangkan laki-laki yang terlibat dianggap seolah-olah bersih. Maka dari itu dalam cerpen ini Pengarang ingin memberikan gambaran lain yang tak pernah dilihat sebelumnya oleh orang lain dan sering terlewatkan. Dimana dibalik kenakalan seorang pelacur, terdapat sebuah kesedihan dan ketidakberdayaan menghadapi hidup yang dialaminya. Selain itu dibalik seorang istri simpanan yang biasa dianggap sebagai perusak rumah tangga orang lain pun terdapat sebuah kesedihan dan ketidakberdayaan seorang perempuan dalam menghadapi cintanya. Dalam cerpen Pemetik Air Mata ini kita dapat mengambil sebuah hikmah yakni jangan pernah menilai seseorang dari luar saja dan cari tahulah sebab-sebab mengapa orang tersebut melakukan hal tersebut. Karena pasti terdapat sebuah alasan mengapa seseorang melakukan sesuatu hal.
0 comments:
Post a Comment