A. Pendahuluan
Sastra memang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Bukan hanya unsur estetis, filosofis, imajinasi dan emosionalnya yang memberi asupan vitamin batin manusia, tetapi sastra juga mampu menjadi media rekaman sekaligus rujukan literatur yang patut diperhitungkan dalam upaya penelisikan sejarah umat manusia.
Sastra Indonesia klasik tidak diketahui kapan munculnya. Yang dapat dikatakan adalah bahwa Sastra Indonesia Klasik muncul bersamaan dengan dimulainya peradaban bangsa Indonesia, sementara kapan bangsa Indonesia itu ada juga masih menjadi perdebatan. Yang tidak disepakati oleh para ahli adalah kapan sejarah sastra Indonesia memasuki masa baru. Ada yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Klasik berakhir pada masa kebangkitan nasional (1908), masa Balai Pustaka (1920), masa munculnya Bahasa Indonesia (1928), ada pula yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Klasik berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (1800-an).
Budaya Indonesia memang sangat beragam dan hal itu akan tampak dalam khazanah sastra Indonesia yang terwujud dalam sastra-sastra daerah di seluruh nusantara. Keanekaragaman budaya yang tercermin dalam karya sastra itu hanya dapat dipahami secara nasional apabila menggunakan bahasa nasional pula. Oleh sebab itu, transformasi sastra dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia merupakan suatu keharusan. Hal ini, agar siswa pada setiap jenjang sekolah telah sangat mengenal cerita rakyat daerah yang sudah menasional, seperti Sangkuriang, yang bersumber dari cerita rakyat daerah Sunda.
B. Pembahasan
Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya, seperti agama dan kepercayaan, undang-undang, kegiatan ekonomi, sistem kekeluargaan, dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut. Dahulu, cerita rakyat diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam masyarakat tertentu. Menurut Djames Danandjaja, di antara ciri-ciri cerita rakyat, antara lain:
• Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan.
• Bersifat tradisional, yakni hidup dalam suatu kebudayaan dalam waktu tidak kurang dari dua generasi.
• Bersifat lisan, sehingga terwujud dalam berbagai versi.
• Bersifat anonim, yakni nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi. Maka, ia menjadi milik bersama dalam masyarakatnya.
• Mempunyai fungsi tertentu dalam masyarakatnya, misalnya sebagai media pendidikan, pengajaran moral, hiburan, proses sosial dan sebagainya.
• Bersifat pralogis, yakni mempunyai logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika ilmu pengetahuan, misalnya seorang tokoh adalah keturunan dewa atau proses kelahirannya tidak wajar seperti Karna dalam epos Mahabharata yang dilahirkan melalui kuping ibunya.
• Pada umumnya bersifat sederhana dan seadanya, terlalu spontan dan kadang kala kelihatan kasar, seperti yang terlihat pada anekdot dan sebagian cerita jenaka. Namun dalam perkembangannya, sebagian cerita rakyat telah disusun dalam bentuk bahasa yang lebih teratur dan halus.
Pada umumnya, cerita-cerita rakyat mengisahkan tentang terjadinya berbagai hal, seperti terjadinya alam semesta, manusia pertama, kematian, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam tertentu, tokoh sakti yang lahir dari perkawinan sumbang, tokoh pembawa kebudayaan, makanan pokok (seperti padi, jagung, sagu, dsb.), asal-mula nama suatu daerah atau tempat, tarian, upacara, binatang tertentu, dan lain-lain. Adapun tokoh-tokoh dalam cerita rakyat biasanya ditampilkan dalam berbagai wujud, baik berupa binatang, manusia maupun dewa, yang kesemuanya disifatkan seperti manusia.
Cerita rakyat sangat digemari oleh warga masyarakat karena dapat dijadikan sebagai suri teladan dan pelipur lara, serta bersifat jenaka. Oleh karena itu, cerita rakyat biasanya mengandung ajaran budi pekerti atau pendidikan moral dan hiburan bagi masyarakat pendukungnya. Pada masa sebelum tersedianya pendidikan secara formal, seperti sekolah, cerita-cerita rakyat memiliki fungsi dan peranan yang amat penting sebagai media pendidikan bagi orang tua untuk mendidik anak dalam keluarga. Meskipun saat ini pendidikan secara formal telah tersedia, namun cerita-cerita rakyat tetap memiliki fungsi dan peranan penting, terutama dalam membina kepribadian anak dan menanamkan budi pekerti secara utuh dalam keluarga.
Saat ini, cerita-cerita rakyat tidak hanya merupakan cerita yang dikisahkan secara lisan dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi berikutnya, akan tetapi telah banyak dipublikasikan secara tertulis melalui berbagai media. Peranan para tukang cerita sebagian besar telah diambil alih oleh media cetak maupun elektronik. Meskipun demikian, ciri-ciri kelisanannya tetap melekat padanya. Media cetak dan elektronik hanya merupakan alat penyebar dan pelestari cerita rakyat tersebut.
Cerita rakyat adalah karya sastra klasik yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. Penyampaian materi sastra dalam mata pelajaran tersebut sangat bermanfaat, terutama dalam meningkatkan cipta dan rasa serta pengalaman budaya siswa. Manfaat itu relevan pula dengan salah satu tujuan dan fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia seperti yang tertera dalam Kurikulum 2004, yaitu sebagai sarana pemahaman keberanekaragaman budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan Indonesia.
Cerita rakyat Sangkuriang merupakan hasil sastra lisan yang berbentuk naratif. Sastra lisan bersifat didaktif yaitu mengandung unsur pengajaran dan pendidikan moral kepada masyarakat tradisi.Cerita-cerita lisan ini terselip nasihat, pengajaran, teladan, yang sangat berguna sebagai panduan ke arah kesejahteraan hidup masyarakat. Misalnya anak-anak dinasihati agar tidak mengamalkan sifat tamak, takabur, sombong dan congkak seperti mana yang terdapat pada sifat-sifat tokoh tertentu dalam cerita atau legenda. Melalui cerita rakyat seperti “Sangkuriang”, siswa dididik agar tidak durhaka kepada kedua orang tua karena anak yang durhaka tidak akan selamat hidup di dunia dan akhirat. Begitu juga dalam cerita-cerita roman,ditonjolkan sifat kesetiaan kepada pemimpin, sikap dan amalan gotong-royong,kerjasama dan tolong menolong yang banyak membawa manfaat dan keberkatan terutama dalam mengujudkan sebuah masyarakat yang harmoni dan sejahtera.
Implementasi transformasi cerita rakyat Sangkuriang bisa kita lihat pada SK-KD kelas X semester 2 pada pembelajaran mendengarkan.
Mendengarkan
Memahami cerita rakyat yang dituturkan
1. Menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh cerita rakyat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman
2. Menjelaskan hal-hal yang menarik tentang latar cerita rakyat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman
Dalam proses pembelajarannya, guru dituntut kreatif dan menyenangkan, agar materi Cerita Rakyat menjadi materi yang tidak membosankan dan tujuan pembelajaranpun tercapai. Metode yang digunakan pun haruslah semenarik mungkin, agar daya tarik siswa terhadap sastra klasik semakin besar.
Dalam pembelajaran ini guru bisa menggunakan metode PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif, Efektif, Menyenangkan). guru bisa
0 comments:
Post a Comment