Search This Blog

Tuesday 26 April 2011

REFERENSI DAN INFERENSI (resume george yule 2)


Referensi sebagai suatu tindakan dimana seorang penutur atau penulis menggunakan bentuk linguistic untuk memungkinkan seorang  pendengar atau pembaca mengenali sesuatu. Bentuk-bentuk linguistic itu adalah ungkapan-ungkapan pengacuan yang mungkin berupa nama diri, frasa nomina tertentu atau frasa nomina tidak tentu dan kata ganti orang.
Jadi refernsi dengan jelas terkait dengan tujuan (maksud) penutur dan keyakinan penutur dalam pemakaian bahasa. Agar terjadi referensi yang sukses kita juga harus mengenali peran inferensi. Karena tidak ada hubungan langsung antara entitas-entitas dan kata-kata, tugas pendengar adalah menyimpulkan secara benar entitas mana yang dimaksudkan oleh penutur untuk dikenali dengan menggunakan suatu ungkapan pengacuan yang khusus. Sehingga penutur dan pendengar memiliki peran untuk memikirkan tentang apa yang sedang dipikirkan orang lain dalam benaknya.
a.        Pemakaian Referensial dan Pemakaian Atributif
Pentinglah mengetahui bahwa tidak semua ungkapan memiliki referen fisik yang dapat dikenali. Frasa nomina tidak tentu dapat dipakai untuk mengenali suatu entitas yang ada secara fisik tetapi ungkapan-ungkapan itu juga dapat dipakai untuk menjelaskan entitas-entitas yang diasumsikan ada, tetapi tidak dikenal, atau entitas-entitas sejauh yang kita ketahui, yang tidak ada.
Kadangkala yang disebut dengan pemakaian atributif  berarti “siapa saja/apa saja yang sesuai dengan uraiannya. Pemakaian atributif bergantung pada asumsi penutur bahwaa suatu refern harus ada.
Penutur sering mengajak kita untuk berasumsi, melalui pemakaian atributif, bahwa kita dapat mengenali apa yang sedang mereka bicarakan, bahkan jika entitas atau orang yang dideskripsikan mungkin tidak ada.
b.        Nama dan Referensi
Suatu pandangan refernsi pragmatic secara benar membolehkan kita melihat bagaimana seseorang dapat diidentifikasi melalui ungkapan “Sandwich Keju” dan suatu benda atau barang dapat diidentifikasikan melalui nama “Shakespeare”.
Contoh: a. Ita: Dapatkah saya meminjam Shakespearemu?
                  Deriz: Ya, ada di atas meja sana.
b. Deriz: Sandwich keju duduk dimana?
    Ita : Dia duduk disana, dekat jendela.
Pemakaian suatu nama diri secara referensial untuk mengenali objek apapun yang sedemikian mengajak pendengar untuk membuat kesimpulan yang diharapkan dan dari sini menunjukkan dirinya sendiri untuk menjadi satu anggota masyarakat yang sama sebagai penutur.
c.         Peranan Ko-teks
Kemampuan kita untuk mengenali referen banyak tergantung pada pemahaman kita tentang ungkapan-ungkapan pengacuan.
Ko-teks dengan jelas membatasi rentangan interpretasi ysng mungkin kita miliki terhadap suatu kata. Ungkapan pengacuan sebenarnya memberikan suatu rentangan referensi yaitu sejumlah referensi yang memungkinkan.
Suatu ko-teks adalah sekedar suatu bagian lingkungan linguistic dimana ungkapan pengacuan dipakai. Lingkungan fisik atau konteks mungkin lebih mudah dikenali karena memiliki pengaruh yang kuat tentang bagaimana ungkapan pengacuan itu harus diinterpretasikan
Jadi referensi secara sederhana bukan merupakan hubungan antara arti suatu kata atau frasa dengan suatu objek atau orang di dunia ini. Referensi adalah suatu tindakan social dimana penutur berasumsi bahwa kata atau frasa yang dipilih untuk mengenali suatu objek atau orang akan ditafsirkan sebagai yang dimaksudkan penutur.
d.        Referensi Anaforik
Refensi yang sudah diperkenalkan biasanya dikenal sebagai referensi anaforik atau anaphora. Di dalam istilah-istilah teknis, ungkapan-ungkapan kedua atau ungkapan-ungkapan berikutnya disebut anafor dan ungkapan awal disebut antaseden
Adalah hal yang menarik memikirkan tentang referensi anaforik sebagai suatu proses kesinambungan untuk mengenali secara benar entitas yang sama seperti yang ditunjukkan oleh anteseden.
Katafora merupakan pembalikan pola anaphor anteseden yang yang kadang-kadang ditemukan pada permulaan suatu cerita.
Jika suatu penafsiran itu mengharuskan kita untuk mengenali suatu entitas dan tidak ada ungkapan linguistic yang ada, penafsiran ini disebut Anafora zero atau ellipsis. Kegunaan anafor zero sebagai suatu alat untuk menetapkan referensi jelas menciptakan suatu harapan yang memungkinkan seorang pendengar mampu menyimpulkan siapa atau apa yang dimaksudkan penutur untuk dikenali.
Kunci untuk memahami referensi adalah bahwa proses pragmatic dimana penutur memilih ungkapan-ungkapan linguistic dengan maksud untuk mengenali entitas-entitas tertentu dan dengan asumsi bahwa pendengar akan bekerja sama dan memahami ungkapan-ungkapan itu seperti yang dimaksudkan oleh penutur.
Referensi yang berhasil berarti bahwa suatu maksud dapat dikenali melalui inferensi/kesimpulan yang menunjukkan sejenis pengetahuan yang dimiliki bersama dan dari sini terjadi hubungan social. Asumsi tentang pengetahuan yang dimiliki bersama penting juga dilibatkan dalam studi Presupposisi.
Pustaka Acuan
Yule, Goerge. 1996. PRAGMATIK. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

0 comments:

Post a Comment